BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan
indikator utama derajat kesehatan masyarakat dan ditetapkan sebagai salah satu
tujuan Millenium Development Goals (MDGs). Masa nifas (puerpurium) adalah
dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira 6 minggu.
Masa nifas adalah masa segera
setelah kelahiran sampai 6 minggu. Selama masa ini, saluran reproduktif anatomi
kembali ke keadaan tidak hamil yang normal.
Masa nifas (puerpurium) adalah masa
pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
seperti pra hamil. Lama masa nifas 6-8 minggu.
Infeksi pada dan
melalui traktus genitalis setelah peresalinan disebut infeksi nifas. Suhu 38°C
atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postparttum dan di ukur per oral
dan sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiditas puerperalis. kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam
masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak ditemukan sebab-sebab
ekstragenital.
Infeksi nifas merupakan
morbiditas dan mortalitas bagi ibu pascabersalin.
Derajat
komlikasi bervariasi sangat tajam,mulai dari mastitis hingga adanaya koagulasi
intravaskular diseminata.
1.2 Tujuan penulisan
Mengetahui berbagai komplikasi dan penyulit
dalam masa nifas serta penanganan yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka
kematian ibu dan bayi dalam masa nifas.
1.3 Manfaat penulisan
1.3.1
Bagi
Pendidikan
1.
Pendidikan mampu mengembangkan ilmu pengetahuan
terutama pada asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengenai
komplikasi dan penyakit dalam masa nifas serta penanganannya.
2.
Pendidikan mampu menjadi bahan acuan untuk penulisan
selanjutnya yang berkaitan dengan asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal
dan neonatal mengenai komplikasi dan penyakit dalam masa nifas serta
penanganannya.
1.3.2
Bagi
Klien/Masyarakat
1.
Memberikan asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal
dan neonatal mengenai komplikasi dan penyakit dalam masa nifas sesuai kebutuhan
ibu dan bayi.
2.
Menghindari pencegahan yang memicu terjadinya
komplikasi dan penyakit yang berkaitan dengan masa nifas pada ibu dan bayi.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Pengertian Metritis
Bentuk infeksi puerperalis yang paling
sering adalah yang terutama mengenai endometrium, atau lebih tepat desidua dan
miometrium yang berdekatan. Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan
yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan
terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses pelvik, peritonitis, syok
septik, thrombosis, vena yang dalam, emboli pulmonalis, infeksi pelvik yang
menahun, dispareunia, penyumbatan tuba dan infertilitas.
2.1.1 Faktor
Penyebab
1. kurangnya tindakan aseptik saat melakukan
tindakan
2. kurangnya higien pasien
3. kurangnya nutrisi
2.1.2
Tanda dan Gejala
1.
Demam >38°C dapat disertai menggigil
2.
Nyeri perut bawah
3.
Lokia berbau dan purulen
4.
Nyeri tekan uterus
5.
Subinvolusi uterus
6.
Dapat disertai perdarahan pervaginam dan syok
2.1.3 Penanganan Metritis
1. Berikan
transfusi bila di butuhkan.Berikan packed red cell.
2. Berikan
antibiotika broadspektrum dalam dosis yang tinggi.
3. Ampisilin
2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan IV
dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. lanjutkan
antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.
4. Pertimbangkan
pemberian antitetanus profilaksis.
5. Bila
dicurigai adanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran (digital atau dengan kuret
yang lebar).
6. Bila
ada pus lakukan drainase (bila perlu kolpotomi), ibu dalam posisi fowler.
7. Bila
tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada tanda peritonitis
generalisata lakukan laparotomi dan keluarkan pus. Bila ada evaluasi uterus
nekrotik dan septik lakukan histerektomi subtotal.
2.2
Bendungan Payudara
Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena
dan limfe pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini
bukan disebabkan overdistensi dari sistem saluran laktasi.
2.2.1
Faktor
dan penyebab
1.
Posisi menyusui yang tidak baik
2.
Membatasi menyusui
3.
Membatasi waktu bayi dengan payudara
4.
Memberikan suplemen susu formula untuk bayi
5.
Menggunakan pompa payudara tanpa indikasi sehingga
menyebabkan suplai berlebih
6.
Implan payudara
2.2.2
Tanda
dan gejala
1. Payudara
bengkak dan keras
2. Nyeri pada
payudara
3. Terjadi 3 –
5 hari setelah persalinan
4. Kedua
payudara terkena
2.2.3
Penanganan
Bendungan Payudara
A.
Bila ibu menyusui bayinya :
1.
Susukan sesering mungkin.
2.
Kedua payudara disusukan.
3.
Kompres hangat payudara sebelum
disusukan.
4.
Bantu dengan memijat payudara untuk
permulaan menyusui.
5.
Sangga payudara.
6.
Kompers dingin pada payudara di antara
waktu menyusui.
7.
Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg peroral setiap 4 jam.
8.
Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk
mengevaluasi hasilnya.
B.
Bila ibu tidak menyusui :
1.
Sangga payudara.
2.
Kompres dingin pada payudara untuk
mengurangi pembengkakan dan rasa sakit.
3.
Bila diperlukan berikan parasetamol 500
mg peroral setiap 4 jam.
4.
Jangan dipijat atau memakai kompres hangat
pada payudara.
2.3
Infeksi Payudara
Infeksi payudara sesudah persalinan.
2.3.1 Mastitis dan cara
penanganannya
Mastitis
termasuk salah satu infeksi payudara. Mastitis adalah peradangan pada payudara
yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang disebabkan oleh kuman terutama
Staphylococcus aureus melalui luka pada puting susu atau melalui peredaran
darah.
Payudara tegang/indurasi dan kemerahan
1.
Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam
selama 10 hari. bila diberikan sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan
berkurang.
2.
Sangga payudara.
3.
Kompres dingin.
4.
Bila diperlukan berikan parasetamol 500
mg per oral setiap 4 jam.
5.
Ibu harus didorong menyusui bayinya
walau ada pus.
6.
Ikuti perkembangan 3 hari setelah
pemberian pengobatan.
2.3.2 Abses Payudara dan cara
penanganannya
Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang
kemerahan.
1.
Diperlukan anestesi umum (ketamin).
2.
Insisi radial dari tengah dekat pinggir
areola, ke pinggir supaya tidak memotong saluran ASI.
3.
Pecahkan kantung pus dengan tissue forceps atau jari tangan.
4.
Pasang tampon dan drain.
5.
Tampon dan drain diangkat setelah 24
jam.
6.
Berikan kloksasilin 500 mg setiap 6 jam
selama 10 hari.
7.
Sangga payudara.
8.
Kompres dingin.
9.
Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam
sekali sekali bila diperlukan.
10.
Ibu didorong tetap memberikan ASI walau
ada pus.
11.
Lakukan follow up setelah pemberian
pengobatan selama 3 hari.
2.4
Abses Pelvis
Abses pelvis
adalah abses pada regio pelvis, tanda dan gejalanya nyeri pada perut bagian
terbawah, pembesaran perut bagian bawah, demam yang terus menerus.
2.4.1 Penanganan Abses Pelvis
Bila
pelvik abses ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-sac, lakukan kolpotomi
atau dengan laparotomi. Ibu posisi fowler.
1.
Berikan antibiotika broadspektrum dalam
dosis yang tinggi.
2.
Ampisilin 2 g IV,kemudian 1 g setiap 6
jam ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan
metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak
panas selama 24 jam.
2.5
Peritonitis
Pada sellulitis pelvis dengan pembentukan abses, abses yang besar dapat
pecah ke dalam kavum peritoneum dan menyebabkan peritonitis generalisata yang
berbahaya yang merupakan kimplikasi berbahaya pada proses persalinan. Peritonitis
adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga
perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut
dan dinding perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam
rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Tanda dan gejalanya nyeri hebat pada perut bagian bawah, terjadi distensi
usus yang menyebabkan bising usus tidak ada, dan ketegangan abdomen lebih
ringan.
2.5.1 Penanganan Peritonitis
1.
Lakukan nasogastric suction.
2.
Berikan infus (NaCl atau Ringer Laktat).
3.
Berikan antibiotika sehingga bebas panas
selama 24 jam :
4.
Ampisilin 2 g IV,kemudian 1 g setiap 6
jam ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan metronidazol
500 mg IV setiap 8 jam.
5.
Laparotomi diperlukan untuk pembersihan
perut (peritoneal lavage).
2.6
Infeksi luka perineum dan luka abdomen
Infeksi luka
perineum dan luka abdominal adalah peradangan karena masuknya kuman-kuman ke
dalam luka episotomi atau abdomen pada waktu persalinan dan nifas, dengan
tanda-tanda infeksi jaringan sekitar. Disebabkan oleh keadaan
yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik.
2.6.1 Penanganan Infeksi luka
perineum dan luka abdomen
1.
Bedakan antara wound abses, wound
seroma, wound hematoma, dan wound cellulitis.
2.
Wound abses, wound seroma, wound
hematoma suatu pengerasan yang tidak biasa dengan pengeluaran cairan serous
atau kemerahan dan tidak ada/sedikit erithema,sekitar luka insisi.
3.
Wound cellulitis didapatkan eritema dan
edema meluas mulai dari tempat insisi dan melebar.
4.
Bila ada pus dan cairan pada luka, buka
dan lakukan pengeluaran.
5.
Daerah jahitan yang terinfeksi
dihilangkan dan lakukan debridemen.
6.
Bila infeksi sedikit tidak perlu
antibiotika.
7.
Bila infeksi relatif superfisial,berikan
ampisilin 500 mg per oral setiap 6 jam dan metranidazol 500 mg per oral 3
kali/hari selama 5 hari.
8.
Bila infeksi dalam dan melibatkan otot
dan menyebabkannekrosis,beri penisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam (atau
ampisilin ini 1 g 4x/hari)ditambah dengan gentamisin 5 mg/kg berat badan
perhari IV sekali ditambah dengan metranidazol 500 mg IV setiap 8 jam,sampai bebas
panas selama 24 jam.Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang.Lakukan jahutan
sekunder 2-4 minggu setelah infeksi membaik.
9.
Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian
pembalut yang bersih dan sering di ganti.
BAB
III
TINJAUAN
KASUS
3.1 SUBJEKTIF
Tanggal 10 Maret 2015 Pukul
14.00 WIB
IDENTITAS
Nama ibu : Ny. A Nama suami : Tn. A
Umur : 24 tahun Umur : 25 tahun
Suku : Jawa Suku : Jawa
Agama : Islam Agama :
Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan :
karyawan
Alamat rumah : kp.belakang Alamat rumah :
kp.belakang
Pada tanggal
10 maret 2015 pukul 14.00 WIB
Ibu mengatakan baru 2 hari
melahirkan dan ibu mengatakan payudaranya terasa bengkak, penuh serta ASI belum
keluar sejak bayi dilahirkan. Riayat menstruasi ibu haid pertama 11 tahun, siklus
haid 28 hari, 2-3x ganti pembalut/hari, kadang-kadang merasa dismenore, lamanya
5 hari, sifat darah flek hitam kecoklatan, bau khas darah dan menggumpal. Ibu
tidak mempunyai riwayat penyakit reproduksi seperti infeksi genetalia, infeksi
panggul, keputihan, gatal, tumor, kanker, dan HIV/AIDS. Ibu tidak mempunyai
riwayat keturunan seperti jantung, ginjal,asma / TB paru, DM, hipertensi,
hipotensi, anemia dan apilepsi. Ibu menikah sah pada umur 23 tahun dengan suami
umur 24 tahun, lama pernikahan 1 tahun. Ibu belum melakukan hubungan seksual. ibu
makan 2-3 kali dalam sehari dengan porsi yang bervariasi, dan minum ± 8 gelas/
hari atau 300cc.
3.2 OBJEKTIF
Keadaan umum baik, kesadaran
composmentis, keadaan emosional stabil, TD
120/70 mmHg, pernapasan 24x/menit, Suhu 37,8 °C , Nadi 89x/menit. Pada saat pemeriksaan
Kepala terlihat rambut hitam, bersih, sedikit rontok dan tidak berketombe. Muka
terlihat tidak ada oedem. Mata terlihat conjungtiva merah muda, sklera
anikterik. Hidung terlihat bersih, tidak ada polip. Mulut dan gigi : mulut
dan lidah bersih, gigi bersih tidak ada caries. Telinga terlihat bersih.
Pada Leher tidak ada pembesaran vena jugularis dan tidak ada pembesaran
kelenjar tiroid. Dada terlihat simetris kanan kiri, payudara membesar, dan
bengkak. Pemeriksaan Abdomen :
Tidak ada luka bekas operasi, tidak ada striae dan linea. Kandung kemih
kosong dan tidak adanya mules. TFU 3 jari bawah pusat, tidak nyeri tekan pada
perut bagian bawah. Pemeriksaan Anogenital Adanya bekas luka parut, tidak ada
tumor, tidak adanya benjolan dan tumor, tidak adanya varises. Adanya lendir
keluar dari vagina (Lokia Rubra). Pemeriksaan ekstermitas Tungkai simetris,
reflex patella (+). Tidak oedema.
3.3 ASSESMENT
Diagnose : P1A0
postpartum 2 hari dengan bendungan ASI.
Masalah Masalah potensial :
Mastitis
3.3 PLANNING OF ACTION
1.
Memberitahukan kepada ibu untuk
menyusukan bayinya sesering mungkin, seperti setiap 2 jam sekali atau setiap
bayinya menangis. Ibu sudah mengerti penjelasan bidan.
2.
Memberitahukan kepada ibu untuk kedua
payudara disusukan, jika payudara yang sebelah kanan sudah terasa kosong ibu
baru pindah ke payudara sebelahnya lagi, ibu sudah mengerti penjelasan bidan.
3.
Mengajarkan kepada ibu untuk mengompres
hangat payudara sebelum disusukan, ibu sudah mengetahuinya.
4.
Mengajarkan ibu untuk memijat payudara
untuk permulaan menyusui, ibu sudah mengerti penjelsan bidan.
5.
Memberikan parasetamol 500 mg peroral setiap 4 jam bila diperlukan
6.
Melakukan evaluasi setelah 3 hari untuk
mengevaluasi hasilnya.
Kebutuh
BAB IV
PENUTUP
Masa nifas adalah masa segera
setelah kelahiran sampai 6 minggu. Selama masa ini, saluran reproduktif anatomi
kembali ke keadaan tidak hamil yang normal.
Masa nifas (puerpurium) adalah masa
pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
seperti pra hamil. Lama masa nifas 6-8 minggu.
Infeksi pada dan
melalui traktus genitalis setelah peresalinan disebut infeksi nifas. Suhu 38°C
atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postparttum dan di ukur per oral
dan sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiditas puerperalis. kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam
masa nifas, dianggap sebagai infeksi nifas jika tidak ditemukan sebab-sebab
ekstragenital.
Infeksi nifas merupakan
morbiditas dan mortalitas bagi ibu pascabersalin.
Derajat
komlikasi bervariasi sangat tajam,mulai dari mastitis hingga adanaya koagulasi
intravaskular diseminata.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Syaifudin,
Abdul,bari. 2012, Buku panduan praktis
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.Jakarta:Bina pustaka sarwono
prawirohardjo.
2. Syaifudin,
Abdul,bari.2009, buku acuan nasional
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta:Bina pustaka sarwono
prawirohardjo.