.

Cartoon Toad Jumping Up and Down

Rabu, 15 April 2015

PERDARAHAN SETELAH MELAHIRKAN





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian perdarahan pasca persalinan
Perdarahan post partum atau perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi setelah persalinan berlangsung dan jumlah darah melebihi 500 ml. Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah bayi dan plasenta lahir atau perdarahan dalam kala IV (Prof.Dr. Rustam, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (williams, 1998), atau  HPP adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran bayi (Marlyn E Dongoes, 2001).
Perdarahan terbagi menjadi dua yaitu perdarahan primer dan perdarahan sekunder,perdarahan primer adalah kehilangan darah sebanyak 500 ml selama 24 jam sedangkan perdarahan sekunder adalah kehilangan darah sebanyak 500 ml yang terjadi lebih dari 24 jam setelah persalinan.
2.2 Tanda dan Gejala Perdarahan
Tanda dan gejala dari perdarahan diantaranya :
1.      Terjadinya syok.
2.      Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
3.      Darah yang mengalir segera setelah bayi lahir.
4.      Plasenta belum lahir selama 30 menit.
5.      Plasenta atau  selaput mengandung pembuluh darah.
6.      Uterus tidak teraba lumen vagina terisi massa (bila plasenta belum lahir).
7.      Nyeri tekan perut bawah dan pada uterus.
8.      Pucat, lemah dan demam.
2.3 Faktor –faktor penyebab perdarahan
Penyebab utama dari perdarahan baik primer maupun sekunder pada dasarnya sama: grandemultipara, yaitu jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun, persalinan yang dilakukan dengan tindakan, pertolongan kala uri sebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan terpaksa dan persalinan dengan narkosa, riwayat persalinan yang kurang baik, (riwayat perdarahan persalinan terdahulu),  bekas operasi caesar, pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya persalinan kala II yang terlalu cepat, (sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep), uterus terlalu teregang (misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar), uterus kelelahan (teralu lama persalinan).
Selain itu juga penyebab terjadinya perdarahan juga bisa karena Atonia Uteri biasanya sering terjadi  (50-60 %), retensio plasenta (16-17 %), Sisa plasenta (23-24 %), Laserasi jalan lahir (4-5 %), Inversio Uterus (5-8 %)
2.3.1. Atonia Uteri
Atonia uteri (relaksasi otot uterus) merupakan kondisi rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik setelah persalinan,atau uterus tidak berkontraksi dengan baik dalam 15 detik setelah dilkukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir) (Depkes Jakarta, 2002).
Atonia uteri adalah kegagalan serabut –serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek, hal ini biasa terjadi segera setelah bayi lahir dan 4 jam setelah persalinan, dan dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik.
a.       Penyebab Atonia Uteri
Penyebab tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain: overdistansion uterus seperti gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi, umur yang terlalu muda atau terlalu tua, multipara dengan jarak kelahiran pendek, partus lama, malnutrisi, dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.
Grandemultipara, uterus yang terlalu tegang hidromnion, hamil ganda,bayi besar (>4000gr), hipertensi dalam kehamilan (gestosis), anemia berat, plasenta previa dan sulosio plasenta, penggunaan oksitosin dalam persalinan (induksi partus), riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya atau riwayat plasenta bimanual, pimpin kala III yang salah, memijit dan mendorong uterus sebelum plasenta terlepas,  IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati) dan tindakan operatif dengan anastesi umumn yang terlalu lama.
b.      Gejala klinis
Tanda dan gejala yang khas pada atonia uteri jika kita menemukan  uterus tidak berkontraksi dan lembek, perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
c.       Pencegahan Atonia Uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan postpartum lebih dari 40%, kegunaan utama oksitosin disini sabgai pencegah atonia uteri yaitu onset nya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin setelah bayi lahir harus dilakukan yaitu 10 unit secara IM, 5 unit secara IV bolus atau 10-20 unit per liter secara IV drip 100-150 cc/jam.
d.      Penatalaksanaan Atonia uteri
1.      Resusitasi: apabila terjadi perdarahan post partum banyak,maka penanganan awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, observasi tanda-tanda vital, jumlah urin, saturasi oksigen.Pemeriksaaan golongan darah perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2.      Massase dan kompresi bimanual: masssase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik), jika uterus berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah pirineum atau vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.
3.      Jika uterus tidak berkontraksi maka: Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks, pastikan bahwa kandung kemih telah kosong, lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, kelurkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala 4 dengan ketat. Jika uterus tidak berkontraksi, maka: anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE), keluarkan tangan perlahan-lahan, berikan ergometrin 0,2 mgLM (jangan diberikan jika hipertensi), pasang infus menggunakan jarum ukuran 16/18 dan berikan 500 RL + 20 unit oksitosin.Habisakan 500 ml pertama secepat mungkin, ulangi KBI jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengna seksama selama kala IV. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.
4.      Operatif (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
5.      Ligasi arteri iliaka interna (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan )
6.      Histerotomi (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan )
7.      Kompresi Bimanual Internal dan Eksternal.
2.3.2 Robekan (Serviks, Vagina dan Perineum)
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalian. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.  Ciri yang khas dari robekan jalan lahir, yaitu kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil, perdarahan terjadi setelah anak lahir. Perdarahan ini terus- menerus setelah dilakukan massase atau pemberian uterotonika tapi perdarahan tidak berkurang.
Dalam keadaan apapun, robekan jalan lahir harus dapat diminimalkan karena tidak jarang dapat menyebabkan perdarahan dan ini menimbulkan akibat yang fatal seperti terjadinya syok.  Robekan jalan lahir dapat bersumber dari berbagai organ diantaranya Vagina, perineum parsio dan serviks.
1.      Robekan serviks
Persalianan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda dengan yang belum pernah melahirkan pervagina. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar kesegmen bawah uterus. Robekan yang kecil-kecil selalu terjadi pada persalinan. Oleh karena itu robekan yang harus mendapatkan perhatian adalah yang dalam, yang kadang-kadang sampai kevornik. Robekan biasanya terdapat dipinggir samping serviks bahkan kadang-kadang sampai kesegmen bawah rahim.
Ciri dari robekan serviks biasanya terdapat aliran perdarahan per vagina merah terang dari bagian atas tiap laserasi yang diamati dan jumlahnya menetap atau sedikit setelah kontraksi uterus dipastiakan baik.
Robekan serviks biasanya terjadi karena persalinan cepat atau presipitatus, dorongan maternal (meneram) sebelum dilatasi makasimal, kelahiran per vagina dengan tindakan (vakum dan forsep) atau persalina traumatik (kepala bayi besar dan distosia bahu).
Robekan serviks harus dijahit jika berdarah atau lebih besar dari 1 cm. Kadang-kadang bibir depan serviks tertekan antara kepala anak dan sympisis terjadi nekrosis dan terlepas (obstetric patologi unpad edisi 2, 2005).
2.      Robekan vagina
Robekan pada vagina tidak seberapa sering terjadi, mungkin ditemukan sesudah persalinan biasa tetapi lebih sering terjadi akibat persalinan dengan cunam, lebih-lebih jika kepala bayi harus diputar. Perdarahan banyak tapi biasanya dapat diatasi dengan jahitan.
Robekan vagina bisanya ditandai dengan adanya perdarahan yang segar (perdarahan post partum), darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, plasenta lahir lengkap, uterus berkontraksi dengan baik, kadang-kadang disertai pucat, lemah dan mengigil.
Robekan vagina biasanya terjadi persalinan buatan atau cunam, vagina yang sempit, Arcus pubis yang sempit, lanjutan dari laserasi serviks, posisi oksipito posterior, anak besar, kepala bayi terlalu cepat lahir atau kepala bayi diputar segera setelah kepala bayi lahir. Robekan vagina terdiri dari:
a.       Kolpaporeksis adalah robekan  adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina hal ini terjadi apabila pada persalinan dengan Disproporsi Sefaloperlviks terjadi regangan segmen bawah uterus dengan serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dan tulang panggul sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus dibuat kesalahan, yang fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar supaya uterus tidak naik keatas.
b.      Fistula adalah akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan SC. Fistula dapat terjadi menandakana karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kencing atau rectum, misalnya oleh karena robekan serviks menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kencing luka, air kencing segera keluar melalui vagina. Fistula dapat juga terjadi karena dinding vagina dan kandung kencing atau rectum tertekan lama antara kepala janin dan panggul, sehingga terjadi iskemia, akhirnya terjadinya nekrosis jaringan yang tertekan. Setelah lewat beberapa post partum, jaringan nekrosis terlepas, terjadilah fistula disertai inkontinensia. Fistula dapat berupa fistula uterovaginalis, atau juga fistula rektovaginalis. Bila ditemukan perlukaan kandung kencing setelah persalinan selesai harus segera dilakukan penjahitan, lalu pasang dauer cateter untuk beberapa lama fistula kecil dapat menutup sendiri apabila fistula tidak sembuh sendiri maka sesudah 3 bulan post partum dapat dilakukan operasi untuk menutupnya.
3.      Robekan Perineum
      Robekan perineum dapat terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.Namun hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan jalan menjaga jangan sampai dasar panggul dilaluai dengan cepat. Robekan perineum terbagi menjadi 3 yaitu robekan perineum Derajat 1, 2, 3 dan 4
1.      Robekan perineum derajat I yaitu: Dari mukosa vagina, komisura postrior, sampai kulit perineum.
2.      Robekan perineum derajat II yaitu: Dari mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum sampai otot perineum.
3.      Robekan perineum derajat III yaitu: Dari mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum sampai otot spinter ani.
4.      Robekan perineum derajat IV yaitu : Dari mukosa vagiana, komisura posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinter ani sampai anus.
Umumnya robekan derajat I tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik karna bisa sembuh sendiri dan hanya mengkaji prinsip dasar perawatan saja (JNPK-KR 2008).
Jika robekan panjang dan dalam periksa apakah derajat II sampai IV dengan cara masukan jari dengan sarung tangan kedalam anus identifikasi springter ani, rasakan tonus dari springter.jika springter kena, lihat posisi robekan tingkat III dan IV tapi jika springter utuh teruskan reparasi dan lanjutkan penjahitan.


2.3.3  Retensio Plasenta
Adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati. Satu bagian plasenta tidak lahir atau tertinggal  maka uterus tidak dapat berkontraksi dengan efektif dan keadaan ini bisa menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus dapat berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang (Prawirohardjo, 2005).
Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan dalam 30 menit setelah janin lahir, plasenta mungkin terlepas tetapi terperangkap oleh serviks, terlepas sebagian secara patologis melekat (David, 2007).
Pemisahan plasenta ditiimbulkan dari kontraksi dan retraksi myometrium sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi lebih kecil, sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari dinding uterus dan tidak dapat berkontraksi atau berinteraksi pada area pemisahan  bekuan darah retro plasenta terbentuk
Berat bekuan darah ini menambah pemisahan kontraksi uterus berikutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan mendorong keluar vagina disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta (WHO, 2001).
a.       Penyebab Retensio Plasenta
Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat penyebab terpenting, dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya inser disudut tuba, bentuknya plasenta membranasea, plasenta anularis, dan ukuranya plasenta yang sangat kecil.
Penilaian retensio plasenta harus dilakukan dengan benar karena ini untuk menentukan sikap pada saat bidan akan mengambil keputusan untuk melakukan manual plasenta, karena retensio bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain :
1.         Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologi.
2.         Plasenta Akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan miometrium, perlekatan plasenta sebagian atau total pada dinding uterus. Pada plasenta akreta ada yang kompleta, yaitu jika seluruh permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim, plasenta akreta parsialis yaitu jika hanya beberapa bagian dari permukaanya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa.
3.         Plasenta Inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/ melewati lapisan miometrium.
4.         Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
5.         Plansenta Inkar serata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
b.      Tanda dan Gejala
Gejala yang selalu ada plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik, tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan. Gajala yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
c.       Penatalaksanaan Retensio Plasenta
1.      Tentukan jenis retensio plasento yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil.
2.      Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila eksplusi plasenta tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
3.      Pasang infus oksitoksin 20 IU dalam 500 ml NS/RL dengan 40 tetes permenit.
4.      Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta selama 30 menit, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdaharan dan kemudian melahirkannya keluar dari vakum uteri.
5.      Lakukan tranfusi darah apabila diperlukan.
d.      Pencegahan Retensio Plasenta
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh bidan adalah dengan promosi untuk meningkatkan penerimaan keluarga berencana,sehingga memperkecil terjadi retensio plasenta, meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak diperkanankan untuk melakukan messase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta. Massase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta.
2.3.4  Inversio Uteri
Adalah suatu keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam kavum uteri, dapat secara mendadak atau terjadi perlahan, selain dari pada itu pertolongan persalinan yang makin banyak dilakukan tenaga terlatih maka kejadian inversio uteripun makin berkurang. Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi diluar saat melahirakn plasenta.
Peyebabnya bisa terjadi secara spontan atau karena tindakan. Faktor yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya; tarikan tali pusat yang berlebihan; atau patulous kanalis servikalis. Yang spontan dapat terjadi pada grandemultipara, atonia uteri, kelemahan alat kandungan dan tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).

a.      Pembagian inversio uteri:
1.              Inversio uteri ringan/ inversio uteri inkomplit : fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum  uteri  namun belum keluar dari ostium uteri
2.              Inversio uteri sedang /inversio uteri inkomplit : terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3.             Inversio uteri berat/ inversio prolaps : uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.

b.      Pembagian Klasifikasi Inversio Uteri
 Tingkat I: Uterus turun dengan serviks paling rendah dalam introitus  vagina
Tingkat II: uterus sebagian besar keluar dari vagina
Tingkat III: Uterus keluar seluruhnya dari vagina yang disertai dengan       inversio vagina ( prosidensia uteri)
c.       Etiologi Inversio Uteri
1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
d.      Faktor yang mempermudah terjadinya inversio uteri:
1.Tunus otot rahim yang lemah
2. Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan tangan, tarikan pada tali pusat)
3. Canalis servikalis yang longgar.
e.       Tanda gejala inversio uteri:
1.            Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dandapat terjadi strangulasi dan nekrosis.
2.             Pemeriksaan dalam: Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung  ke dalam. Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong  dan dalam vagina teraba tumor  lunak. Kavum uteri sudah tidak ada  (terbalik).


























BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN

3.1 SOAP KALA I
1.         SUBJEKTIF
Tanggal 15 januari 2015 Pukul 13.00 WIB

Identitas
Nama Ibu    : Ny. S                           Nama Suami   : Tn. A
Umur          : 21 tahun                       Umur               : 24 tahun
Agama        : Islam                            Agama             : Islam
Suku          : Sunda                           Suku                : Sunda
Pendidikan  : SMA                            Pendidikan      : SMA
Pekerjaan    : IRT                               Pekerjaan         : Karyawan
Alamat          : kp cisauk                     Alamat                        : kp cisauk

Pada tanggal 15 januari 2015 Pukul 13.00 WIB
Ibu mengatakan mengeluh perutnya terasa mulas dan nyeri punggung menjalar ke perut bagian bawah sejak pukul 09.00 WIB, serta mengeluarkan lender bercampur darah 09.30 WIB dengan frekuensi 2X10 menit lamanya kurang lebih 30 detik. Riwayat Menstruasi ibu haid pertama 14 tahun, Lama haid: 6-7 hari, Siklus haid  28 hari, Banyaknya darah: 3x ganti softek, Sifat darah: encer tidak menggumpal, Dissminore: ada hari pertama menstruasi, HPHT 10 April 2014. TP 17 Januari 2015. Ibu tidak mempunyai riwayat penyakit reproduksi seperti infeksi genitalia, infeksi panggul, keputihan, gatal, tumor, kanker, dan HIV/AIDS. Ini merupakan hamil yang pertama belum pernah keguguran dan belum pernah melahirkan.ibu memeriksakan kehamilannya pada trimester I: ANC sebanyak 1x di RB, tidak ada keluhan, trimester II: ANC sebanyak 1x di RB, mendapat imunisasi TT1 dan TT2,  trimester III: ANC sebanyak 2x di RB, keluhan sering BAK dan nyeri pinggang, Ibu tidak mempunyai riwayat seperti jantung, ginjal, asma/TB paru, DM, Hipertensi, Hipotensi, Anemia, dan epilepsy. Ibu menikah sah pada umur 20 tahun dengan suami berumur 23 tahun, lama pernikahan 1 tahun. Keluarga dan suami akan senang dengan kehamilan ini. Ibu makan teraakhir pukul 11.00 WIB, dengan komposisi nasi, lauk, sayur, tempe. Ibu tidur terakhir pukul 21.00 WIB (15 januari 2015) selama 7 jam. BAK terakhir pukul 12.00 WIB, BAB terakhir pukul 07.00 WIB, ibu melakukan hubungan seksual 1x dalam satu minggu.
OBJEKTIF
Pada tanggal 15 Januari pukul 13.05 WIB
Keadaan umum baik, kesadaran composmentis, keadaan emosional normal, TD 130/80 mmHg, N 80 x/menit, R 20x/menit, S 36,5 C. mata: konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik, tidak ada kelainan hidung : tidak ada polip mulut: bibir berwarna kemerahan tidak pecah-pecah tidak ada lesi, tidak ada stomatitis, tidak ada caries gigi, Leher: tidak ada pembesaran klenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, dada: simetris, payudara: simetris kanan kiri, bentuknya: bundar membesar, hyperpigmentasi aerola, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, belom ada pengeluran ASI, keadaan putting menonjol, BJ I dan BJ II terdengar lupdup. Perut bulat tidak ada bekas operasi, ada striae gravidarum dan linea gravidarum, TFU 30cm.
Palpasi Leopold: Leopold 1 teraba kurang bulat, lunak, tidak melenting (bokong), Leopold II pada bagian kanan ibu teraba datar, panjang memapan seperti papan, dan keras (punggung), pada bagian kiri perut ibu teraba bagian-bagian kecil janin (ekstremitas), Leopold III teraba keras, bulat, melenting (kepala), Leopold IV divergen, masuk 4/5 bagin, kontraksi uterus 3x10 menit lamanya 40 detik TBJ  DJJ 148x/menit, kandung kemih kosong, ekstremitas atas: simetris, tidak ada kelainan, ekstremitas bawah: simetris tidak oedema, tidak ada varises. Genitalia: bersih, pengeluaran lender bercampur darah, tidak ada infeksi vagina. Anus: tidak hemoroid. PD: dinding vagina luas, tidak ada benjolan, porsio lunak, pembukaan 8 cm, ketuban utuh, presentasi kepala, hodge 3+, UKK kiri depan, tidak ada molase. Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
ASESSMENT
Diagnosa : Ny. S usia 21 tahun G1P0A0 usia kehamilan 40 minggu inpartu kala 1 fase aktif,. Janin tunggal hidup, punggung kanan, presentasi kepala, sudah masuk PAP, hodge 3+, tidak ada molase.
PLANING OF ACTION
Pada tanggal 15 Januari 2015 pukul 13.10 WIB
1)      Memberitahu hasil pemeriksaan bahwa ibu sebentar lagi memasuki persalinan dengan pembukaan 8cm ibu sudah mengerti hasil pemeriksaan.
2)      Mengatur posisi ibu agar ibu nyaman dan mengajarkan teknik meneran yang baik. Ibu mengerti penjelasan bidan.
3)      Mengobservasi kala I fase aktif (Djj, kontraksi, TTV, kandung kemih) untuk mengetahui perkembangan persalinan. Ibu telah diobservasi..
4)      Menyiapkan partus set, hecting set, pakaian ibu, pakaian bayi. Alat sudah disiapkan.
5)      Melakukan dokumentasi berupa partograf.

3.2 SOAP KALA II
             I.            PENGUMPULAN DATA
Pada tanggal 15 januari 2015 Pukul 14.00 WIB
Data Subyektif :
Ibu mengatakan mules semakin sering dan dorongan meneran semakin kuat, ibu belum keluar air-air.
Data Objektif :
Keadaan umum baik, kesadaran composmentis, keadaan emosional stabil, terlihat tanda dan gejala kala II seperti adanya dorongan ingin meneran, tekanan pada anus, perineum menonjol, vulva membuka, TD 120/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 22 x/menit, suhu 360c. pemeriksaan dalam pembukaan lengkap 10 cm., presentasi kepala, hodge 3+, ubun-ubun kecil kiri depan, tidak ada molase, kandung kemih kososng,, kontraksi 5x10’ lamanya 50”. Djj 146x/menit.

ASESMENT
Diagnosa: Ny. S usia 21 tahun GIP0A0 usia kehamilan 40 minggu inpartu kala I. janin tunggal hidup, punggung kanan, presentasi kepala, sudah masuk PAP, hodge 3+.

PLANING OF ACTION
Pada tanggal 15 januari 2015 Pukul 14.05 WIB
1)         Memberitahu hasil pemeriksaan bahwa pembukaan sudah lengkap, ibu sudah siap untuk melahirkan, ibu sudah mengerti hasil pemeriksaan.
2)         Membimbing ibu untuk meneranagar dapat melahirkan kepala bayi. Ibu meneran dengan baik.
3)         Memberikan ibu minum disela-sela his agar ibu mendapatkan asupan tenaga untuk meneran dengan baik. Ibu telah diberikan minum.
4)         Menolong persalinan dengan langkap APN untuk melahirkan bayi sudah dilakukan langkah APN.
5)         Melakukan observasi Djj disela his unutk mengetahui perkembangan jantung janin. Djj dalam batas normal.
6)         Bayi lahir spontan, menangis kuat, tonus otot baik, warna kulit kemerahan, jenis kelamin laki-laki, Lahir pukul
7)         Melakukan inisiasi menyusui dini dengan meletakkan bayi ditengah payudara ibu agar bayi dapat mengenali dan mencari putting susu ibu secara alami. Bayi sudah dilakukan IMD.
3.3 SOAP KALA III
I.                   PENGUMPULAN DATA
Pada tanggal 15 januari Pukul 15.10 WIB
Data subjektif
Ibu mengatakan senang akan kelahiran bayinya, ibu masih merasakan mulas di perut bagian bawah
Data Objektif
Keadaan umum baik, kesadaran composmentis, keadaan emosional stabil, TFU sejajar pusat, kandung kemih kosong, tali pusat bertambah panjang, uterus globuler, terdapat semburan darah tiba-tiba.

ASESSMENT
Diagnosa
Ny. S usia 21 tahun P1A0 partus kala III

PLANING OF ACTION
Pada tanggal 15 januari 2015 Pukul 15.10 WIB
1)         Memberitahu hasil pemeriksaan bahwa plasenta akan segera dilahirkan. Ibu telah mengerti hasil pemeriksaan.
2)         Memastikan tidak ada janin kedua untuk menghindari adanya gemeli. Bayi tunggal.
3)         Menyuntikkan oksitosin 1 ampul (1cc) pada 1/3 paha kiri luar ibu untuk membantu pengeluaran/ pelepasan plasenta. Ibu telah di disuntikkan oksitosin.
4)         Melakukan PTT untuk mengeluarkan plasenta. PTT sudah dilakukan.
5)         Mengeluarkan plasenta. Plasenta lahir pukul
6)         Melakukan masasse uterus dan mengajarkan cara massase agar kontraksinya baik. Ibu dan keluarga sudah mengerti cara massase.
7)         Mengecek kelengkapan plasenta agar tidak ada sisa plasenta yang tertinggal. Plasenta lahir lengkap kotiledon lengkap, panjang tali pusat 50 cm, diameter 16 cm, kedalaman 2 cm, karion amnion lengkap.

3.4 SOAP KALA IV
II.                PENGUMPULAN DATA
Pada tanggal 15 Januari Pukul 15.25 WIB
Data subjektif
Ibu mengatakan senang dengan kelahiran bayinya, ibu masih merasakan mulas dan merasa keluar darah banyak dari kemaluannya, ibu mengatakan badan terasa lemas
Data objektif
Keadaan umum lemah, kesadaran komposmentis, keadaan emosional stabil, TD 90/600 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 19 x/menit, suhu 37,40c, kontraksi lemah, TFU tidak teraba, kandung kemih kosong, perdarahan kurang lebih 400cc, tidak terdapat luka jalan lahir.

ASESSMENT
Diagnosa
Ny. N usia 21 tahun P1A0 partus kala IV dengan atonia uteri. Syok hemoragik, syok hipovolemik, anemia, kematian pada ibu.

PLANNING OF ACTION
Pada tanggal 15 Januari 2015 Pukul 15.25 WIB

1.      Memberi tahu ibu hasil pemeriksaan bahwa saat ini ibu mengalami perdarahan. ibu mengerti.
2.      Memberitahu ibu mengenai kemungkinan yang terjadi seperti syok, anemia, dan kematian pada ibu.
3.      Memberikan informed consent kepada ibu dan keluarga. ibu bersedia dilakukan pemeriksaan
4.      Melakukan oksigenisasi kepada ibu. oksigen sudah di pasang.
5.      Mengosongkan kandung kemih. kandung kemih sudah kosong.
6.      Mekukan tindakan KBI (kompresi bimanual interna) selama 5 menit, jika uterus berkontraksi teruskan KBI selama 2 menit. kontraksi masih lemah.
7.       Mengajarkan keluarga untuk melakukan KBE (kompresi bimanual eksterna)
8.      Memberikan ergometrin 0,2 mg IM, apabila pasien mengalami tekanan darah tinggi maka ergometrin diganti dengan misoprostol atau sitotek 3 tablet secara rektal.
9.      Melakukan pemasangan infus RL+ 20 IU Oksitosin di guyur. infus terpasang dan kontraksi membaik perdarahan juga berhenti.












BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada Ny S dengan Atonia uteri. Tahap manajemen asuhan kebidaanan yang terdiri dari pengumpulan data, interpretasi data, diagnosa potensial, tindakan segera, intevensi, implementasi dan evaluasi. Penulis menemukan banyak kesamaan antara pembahasan teori dengan kenyataan di lapangan, namun kesenjangan tetap ada. Dalam bab ini akan dijabarkan beberapa persamaan antara pembahasan teori dengan kenyataan yang ada dilapangan menguraikan kesenjangan-kesenjangan yang ditemui serta mencari jalan keluarnya yang sesuai dengan langkah-langkah dalam manajemen asuhan kebidanan maka asuhannya adalah:
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian penulis tidak menemukan kesulitan yang berarti, baik dalam pengumpulan data Subjektif, objektif, primer dan sekunder, dimana didukung oleh peralatan dan pelayanan yang memadai, pencatatan yang baik dan pembimbing klinik yang bersedia memberi masukan dan arahan.
Dibawah ini penulis uraikan data yang diperoleh dari teori yang ada antara lain:
a. Data subjektif
1) Keluhan utama
Ibu mengeluhkan nyeri p
erut bagian bawah yang menjalar ke punggung, keluar lendir bercampur darah. Hal ini sesuai dengan teori, yang merupakan tanda-tanda inpartu. Lelah yang dialami ibu berkaitan dengan istirahat yang kurang karena kontraksi uterus dirasakan ibu sejak pukul 09.00 Wib tanggal 15 Januari 2015
2) Riwayat HPHT
HPHT :
10 April 2014
TP :
17 Januari 2015
Usia kehamilan 40 minggu adalah kehamilan aterm , dimana biasanya timbul tanda-tanda persalinan
3) Pola makan
Makan
Pukul : 07.00 WIB
Macam : nasi, lauk pauk,sayur
Jumlah : ¼ piring+ ¼ potong+ ¼ mangkok
Keluhan : kurang nafsu makan
Minum
Pukul : 07.10
Macam : air putih
Jumlah : 1/2 gelas
Keluhan : tidak ada
Intake nutrisi ibu kurang karena ibu merasa tidak nyaman berhubungan dengan nyeri yang sudah dirasakan ibu sejak kemarin.
4) Istirahat Terakhir
Istirahat :
7 Jam
Ibu cukup istirahat
b. Data objektif
1) Pemeriksaan Fisik
: Normal.
2) Pemeriksaan Abdomen
LEOPOLD I : Tinggi fundus uteri pertengahan pusat dengan px, pada fundus teraba lunak,
kurang bulat dan tidak melenting (bokong)
LEOPOLD II
pada bagian kanan perut ibu teraba keras, panjang memapan (punggung), pada bagian kiri perut ibu teraba bagian- bagian kecil janin (ekstremitas)
LEOPOLD III : Pada bagian bawah perut ibu teraba keras, bulat, melenting (kepala), sudah masuk PAP
LEOPOLD IV :
divergen 4/5 bagian
TFU ibu pertengahan pusat dengan PX yang menunjukkan usia kehamilan 40 minggu, hal ini sesuai dengan teori.

3) Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
HB : 1
1,5 gr %
Tanggal Pemeriksaan :
15 Januari 2015

2. Interpretasi data
a) Diagnosis
Berdasarkan teori cara menegakkan diagnosa pada pasien dengan atonia uteri sama yaitu: Ibu parturien kala I
V dengan atonia uteri KU ibu baik
Pada atonia uteri yang biasa ditemukan yaitu:
1) kontraksi lemah
2) TFU
Tidak teraba
3) Perdarahan
400 cc
4) Kandung kemih
: kosong
b) Masalah
Berdasarkan teori cara mengetahui masalah dengan mengetahui keluhan ibu seperti ibu merasa tidak nyaman berhubungan dengan nyeri yang dialami ibu
c) Kebutuhan
Berdasarkan teori pemenuhan kebutuhan dapat berupa apa-apa saja kebutuhan pasien saat dilakukan anamnesa. Seperti pasien membutuhkan dukungan psikologis untuk menentramkan hatinya yang cemas dengan kehamilannya agar pasien tidak stres, Memberikan kenyamanan kepada ibu dengan membantunya menjaga personal Hygiene ibu.
Kebutuhan pasien pada teori ada kesamaan dengan yang dilapangan. Kebutuhan pasien dilapangan seperti pasien butuh dukungan psikologis dan rasa nyaman.
3. Diagnose potensial
Perdarahan post partum primer.
Karena lemahnya kontraksi uterus setelah bayi dan plasenta lahir menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta sehingga berpotensi terjadi perdarahan post partum Primer
, syok hemoragik, syok hipovolemik, anemia, dan kematian pada ibu.
4. Tindakan segera
Tindakan segera yang dilakukan di lapangan adalah mengosongkan kandung kemih karena kandung kemih yang penuh akan menghalangi uterus untuk berkontraksi secara baik. Namun berdasarkan teori tindakan segera yang harus dilakukan adalah pemasangan infus.
5. Perencanaan
Perencanaan dirumuskan mengacu pada masalah yang kita temui waktu melakukan pengkajian sesuai dengan kondisi pasien. Sebagian besar dari perencanaan di lapangan sama dengan teori namun kesenjangan tetap ada.
6. Pelaksanaan
Pada tahap ini adalah pelaksanaan dari rencana yang telah dibuat. Semua perencanaan yang telah dilakukan telah dilaksanakan dengan baik namun tetap ada kesenjangan antara teori dengan praktek di lapangan.
seperti:
1) Dalam penatalaksanaan atonia uteri sebelum pemasangan infus dilakukan KBI terlebih dahulu, sedangkan berdasarkan teori pemasangan infus dilakukan sebelum semua tindakan dilakukan.
2) Dalam penatalaksanaan atonia uteri pemberian jenis uterotonika sesuai dengan teori yang ada, berdasarkan teori yang diberikan uterotonika yang digunakan adalah ergometrin kecuali jika ibu mengalami hipertensi maka diberikan oksitosin. Dilapangan ibu tidak mengalami hipertensi
dan ibu diberikan ergometrin, jadi tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan di lapangan.
3) Pada kasus KBE
tidak dilakukan oleh keluarga karena adanya rekan tenaga kesehatan lain yang melakukannya.
7. Evaluasi
Merupakan tahap akhir proses manajemen kebidanan berdasarkan laporan kasus yang penulis lakukan selama melakukan manajemen terhadap pasien dengan atonia uteri. Penulis mengambil kesimpulan pada dasarnya semua tujuan yang direncanakan dapat berhasil dan direncanakan dengam baik. Serta dalam melakukan asuhan sudah sesuai dengan teori yang ada.
















BAB V
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
Penulis telah melakukan asuhan kebidanan pada Ny S, G1P0A0 dengan atonia uteri Adapun asuhan kebidanan yang telah dilakukan meliputi:
1. Mampu melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pada kasus Ny.
S dengan Atonia Uteri
2. Mampu menegakkan diagnosa, masalah, serta menentukan kebutuhan pada kasus Ny.
S dengan Atonia Uteri
3. Mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial Ny.
S dengan Atonia Uteri
4. Mampu mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera Pada kasus Ny.
S dengan Atonia Uteri
5. Mampu merencanakan asuhan sesuai dengan diagnosa, masalah dan kebutuhan pada Ny.
S dengan Atonia Uteri
6. Mampu melaksanakan asuhan Ny.
S dengan Atonia Uteri direncanakan dengan baik secara mandiri, kolaborasi ataupun rujukan
7. Mampu mengevaluasi hasil asuhan pada Ny.
S dengan Atonia Uteri
8. Mampu mendokumentasikan manajemen Ny.
S dengan Atonia Uteri
4.2  Saran

1.       Institusi pelayanan
a. Diharapkan kepada institusi pelayanan untuk dapat menegakkan diagnosa kepada pasien secara tepat dan benar sesuai dengan masalah yang ditemui dan sesuai dengan pemeriksaan penunjang. Serta dapat melaksanakan asuhan kebidanan pasien sesuai dengan masalah dan kebutuhannya.
b. Diharapkan pada institusi pelayanan agar dapat melakukan penatalaksanaan atonia uteri sesuai berdasarkan teori yang ada
2.      Institusi pendidikan
Diharapkan kepada institusi pendidikan untuk menambah sumber buku pustaka yang terbaru agar membantu mahasiswa dalam meningkatkna pengetahuan dan wawasan sesuai dengan ilmu dan tekhnologi terkini.
3.      Bagi penulis
Untuk keberhasilan dalam asuhan kebidanan selanjutnya penulis hendaknya memapu melaksanakan kerjasama yang baik dengan petugas dan pasien, serta mampu melaksanakan komunikasi terapeutik dengan pasien dan mampu melaksanakan asuhan yang terpadu dengan pasien.



















DAFTAR PUSTAKA

Lismiati, lilies. Asuhan Kebidanan terkini kegawatdaruratan maternal dan neonatal. 2013. Jakarta: TIM
Sarwono Prawirohardjo. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. 2011. Jakarta
Sylistyawati, ari. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. 2010. Jakarta
Yulianti, lia. AsuhanKebidanan IV (Patologi Kebidanan). 2011. Jakarta: TIM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar