BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian perdarahan
pasca persalinan
Perdarahan post partum atau perdarahan
pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi setelah persalinan berlangsung dan jumlah darah melebihi 500 ml. Perdarahan post partum adalah
perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah bayi dan plasenta lahir
atau perdarahan dalam kala IV (Prof.Dr.
Rustam, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah
hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi
(williams, 1998), atau HPP adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml
selama atau setelah kelahiran bayi (Marlyn E Dongoes, 2001).
Perdarahan terbagi menjadi dua yaitu
perdarahan primer dan perdarahan sekunder,perdarahan primer adalah kehilangan
darah sebanyak 500 ml selama 24 jam sedangkan perdarahan sekunder adalah
kehilangan darah sebanyak 500 ml yang terjadi lebih dari 24 jam setelah
persalinan.
2.2
Tanda dan Gejala Perdarahan
Tanda dan gejala dari perdarahan
diantaranya :
1. Terjadinya
syok.
2. Uterus
tidak berkontraksi dan lembek.
3. Darah
yang mengalir segera setelah bayi lahir.
4. Plasenta
belum lahir selama 30 menit.
5. Plasenta
atau selaput mengandung pembuluh darah.
6. Uterus
tidak teraba lumen vagina terisi massa (bila plasenta belum lahir).
7. Nyeri
tekan perut bawah dan pada uterus.
8. Pucat, lemah dan demam.
2.3
Faktor –faktor penyebab perdarahan
Penyebab utama dari perdarahan baik
primer maupun sekunder pada dasarnya sama: grandemultipara, yaitu jarak persalinan pendek
kurang dari 2 tahun, persalinan
yang dilakukan dengan tindakan, pertolongan
kala uri sebelum waktunya, pertolongan
persalinan oleh dukun, persalinan
dengan tindakan terpaksa dan persalinan dengan narkosa, riwayat persalinan yang kurang
baik, (riwayat perdarahan persalinan
terdahulu), bekas operasi caesar, pernah abortus (keguguran)
sebelumnya.
Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya persalinan kala II yang
terlalu cepat, (sebagai
contoh setelah ekstraksi vakum, forsep), uterus terlalu teregang (misalnya
pada hidramnion, kehamilan
kembar, anak besar), uterus kelelahan (teralu lama
persalinan).
Selain itu juga penyebab terjadinya
perdarahan juga bisa karena Atonia Uteri biasanya sering terjadi (50-60 %),
retensio
plasenta (16-17 %), Sisa
plasenta (23-24 %), Laserasi
jalan lahir (4-5 %), Inversio
Uterus (5-8 %)
2.3.1.
Atonia Uteri
Atonia uteri (relaksasi otot uterus)
merupakan kondisi rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik setelah
persalinan,atau uterus tidak berkontraksi dengan baik dalam 15 detik setelah
dilkukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir) (Depkes Jakarta, 2002).
Atonia uteri adalah kegagalan serabut
–serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan memendek, hal ini biasa terjadi segera
setelah bayi lahir dan 4 jam setelah persalinan, dan
dapat menyebabkan perdarahan hebat dan dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik.
a.
Penyebab Atonia Uteri
Penyebab
tersering kejadian pada ibu dengan atonia uteri antara lain: overdistansion
uterus seperti gemeli, makrosomia, polihidramnion, atau paritas tinggi, umur yang terlalu muda atau terlalu
tua, multipara dengan jarak kelahiran pendek, partus lama, malnutrisi, dapat juga karena salah penanganan
dalam usaha melahirkan plasenta,
sedang
sebenarnya belum terlepas dari uterus.
Grandemultipara, uterus yang terlalu tegang
hidromnion, hamil
ganda,bayi besar (>4000gr),
hipertensi dalam kehamilan (gestosis),
anemia
berat, plasenta previa dan sulosio
plasenta, penggunaan
oksitosin dalam persalinan (induksi partus),
riwayat
perdarahan pasca persalinan sebelumnya atau riwayat plasenta bimanual, pimpin kala III yang salah, memijit dan mendorong uterus
sebelum plasenta terlepas, IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati)
dan tindakan operatif dengan anastesi umumn yang terlalu lama.
b. Gejala
klinis
Tanda
dan gejala yang khas pada atonia uteri jika kita menemukan uterus tidak berkontraksi dan lembek,
perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
c. Pencegahan
Atonia Uteri
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat
mengurangi risiko perdarahan postpartum lebih dari 40%, kegunaan utama
oksitosin disini sabgai pencegah atonia uteri yaitu onset nya yang cepat, dan
tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti
ergometrin. Pemberian oksitosin setelah bayi lahir harus dilakukan yaitu 10
unit secara IM, 5 unit secara IV bolus atau 10-20 unit per liter secara IV drip
100-150 cc/jam.
d. Penatalaksanaan
Atonia uteri
1. Resusitasi:
apabila terjadi perdarahan post partum banyak,maka penanganan awal yaitu
resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, observasi tanda-tanda vital, jumlah urin, saturasi oksigen.Pemeriksaaan
golongan darah perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.
2. Massase
dan kompresi bimanual: masssase dan kompresi bimanual akan menstimulasi
kontraksi uterus yang menghentikan perdarahan.Pemijatan fundus uteri segera
setelah lahirnya plasenta (max 15 detik),
jika
uterus berkontraksi maka lakukan evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi
perdarahan uterus berlangsung, periksa
apakah pirineum atau vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk
segera.
3. Jika
uterus tidak berkontraksi maka: Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban
dari vagina dan lubang serviks, pastikan
bahwa kandung kemih telah kosong,
lakukan
kompresi bimanual internal selama 5 menit.
Jika
uterus berkontraksi, teruskan
KBI selama 2 menit, kelurkan
tangan perlahan-lahan dan pantau kala 4 dengan ketat. Jika uterus tidak
berkontraksi, maka:
anjurkan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE), keluarkan tangan perlahan-lahan, berikan ergometrin 0,2 mgLM (jangan
diberikan jika hipertensi), pasang
infus menggunakan jarum ukuran 16/18 dan berikan 500 RL + 20 unit
oksitosin.Habisakan 500 ml pertama secepat mungkin, ulangi KBI jika uterus
berkontraksi, pantau
ibu dengna seksama selama kala IV.
Jika
uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.
4. Operatif
(dilakukan oleh dokter spesialis kandungan)
5. Ligasi
arteri iliaka interna (dilakukan oleh dokter spesialis kandungan )
6. Histerotomi
(dilakukan oleh dokter spesialis kandungan )
7. Kompresi
Bimanual Internal dan Eksternal.
2.3.2
Robekan (Serviks, Vagina
dan Perineum)
Robekan jalan lahir merupakan penyebab
kedua tersering dari perdarahan pasca persalian. Robekan
dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Ciri
yang khas dari robekan jalan lahir,
yaitu
kontraksi uterus kuat, keras
dan mengecil, perdarahan
terjadi setelah anak lahir. Perdarahan
ini terus- menerus setelah dilakukan massase atau pemberian uterotonika tapi
perdarahan tidak berkurang.
Dalam keadaan apapun, robekan jalan lahir harus dapat
diminimalkan karena tidak jarang dapat menyebabkan perdarahan dan ini
menimbulkan akibat yang fatal seperti terjadinya syok. Robekan jalan lahir dapat bersumber dari
berbagai organ diantaranya Vagina,
perineum
parsio dan serviks.
1. Robekan
serviks
Persalianan
selalu mengakibatkan robekan serviks,
sehingga
serviks seorang multipara berbeda dengan yang belum pernah melahirkan
pervagina. Robekan
serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar kesegmen bawah
uterus. Robekan yang kecil-kecil selalu
terjadi pada persalinan. Oleh
karena itu robekan yang harus mendapatkan perhatian adalah yang dalam, yang kadang-kadang sampai kevornik. Robekan biasanya terdapat dipinggir
samping serviks bahkan kadang-kadang sampai kesegmen bawah rahim.
Ciri
dari robekan serviks biasanya terdapat aliran perdarahan per vagina merah
terang dari bagian atas tiap laserasi yang diamati dan jumlahnya menetap atau
sedikit setelah kontraksi uterus dipastiakan baik.
Robekan
serviks biasanya terjadi karena persalinan cepat atau presipitatus, dorongan maternal (meneram) sebelum
dilatasi makasimal, kelahiran
per vagina dengan tindakan (vakum dan forsep) atau persalina traumatik (kepala
bayi besar dan distosia bahu).
Robekan
serviks harus dijahit jika berdarah atau lebih besar dari 1 cm. Kadang-kadang
bibir depan serviks tertekan antara kepala anak dan sympisis terjadi nekrosis
dan terlepas (obstetric patologi unpad edisi 2, 2005).
2. Robekan
vagina
Robekan
pada vagina tidak
seberapa sering terjadi, mungkin
ditemukan sesudah persalinan biasa tetapi lebih sering terjadi akibat persalinan dengan cunam, lebih-lebih jika kepala bayi harus
diputar. Perdarahan banyak tapi biasanya
dapat diatasi dengan jahitan.
Robekan
vagina bisanya ditandai dengan adanya perdarahan yang segar (perdarahan post
partum), darah segar mengalir segera setelah
bayi lahir, plasenta
lahir lengkap, uterus
berkontraksi dengan baik, kadang-kadang disertai pucat, lemah dan mengigil.
Robekan
vagina biasanya terjadi persalinan buatan atau cunam, vagina yang sempit, Arcus pubis yang sempit, lanjutan dari laserasi serviks, posisi oksipito posterior, anak besar, kepala bayi terlalu cepat lahir atau kepala bayi diputar segera
setelah kepala bayi lahir. Robekan
vagina terdiri dari:
a. Kolpaporeksis
adalah robekan adalah robekan melintang
atau miring pada bagian atas vagina hal ini terjadi apabila pada persalinan
dengan Disproporsi Sefaloperlviks terjadi regangan segmen bawah uterus dengan
serviks uteri tidak terjepit antara kepala janin dan tulang panggul sehingga
tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina. Kolpaporeksis
juga bisa timbul apabila tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong
ke dalam uterus dibuat kesalahan, yang fundus uteri tidak ditahan oleh tangan
luar supaya uterus tidak naik keatas.
b. Fistula
adalah akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan
vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan SC. Fistula
dapat terjadi menandakana karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung
kencing atau rectum, misalnya oleh karena robekan serviks menjalar ke
tempat-tempat tersebut. Jika kandung kencing luka, air kencing segera keluar melalui
vagina. Fistula dapat juga terjadi karena dinding vagina dan kandung kencing
atau rectum tertekan lama antara kepala janin dan panggul, sehingga terjadi
iskemia, akhirnya terjadinya nekrosis jaringan yang tertekan. Setelah lewat
beberapa post partum, jaringan
nekrosis terlepas, terjadilah fistula disertai inkontinensia. Fistula dapat
berupa fistula uterovaginalis, atau juga fistula rektovaginalis. Bila ditemukan
perlukaan kandung kencing setelah persalinan selesai harus segera dilakukan
penjahitan, lalu pasang dauer cateter untuk beberapa lama fistula kecil dapat
menutup sendiri apabila fistula tidak sembuh sendiri maka sesudah 3 bulan post
partum dapat dilakukan operasi untuk menutupnya.
3.
Robekan Perineum
Robekan
perineum dapat terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang
juga pada persalinan berikutnya.Namun hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi
dengan jalan menjaga jangan sampai dasar panggul dilaluai dengan cepat. Robekan perineum terbagi menjadi 3
yaitu robekan perineum Derajat 1,
2, 3 dan 4
1. Robekan
perineum derajat I yaitu: Dari mukosa vagina, komisura
postrior, sampai
kulit perineum.
2. Robekan
perineum derajat II yaitu: Dari mukosa vagina, komisura
posterior, kulit
perineum sampai otot perineum.
3. Robekan
perineum derajat III yaitu:
Dari
mukosa vagina, komisura
posterior, kulit
perineum, otot
perineum sampai otot spinter ani.
4. Robekan
perineum derajat IV yaitu : Dari mukosa vagiana, komisura
posterior, kulit
perineum, otot
perineum, otot
spinter ani sampai anus.
Umumnya robekan derajat I tidak perlu
dijahit jika tidak ada perdarahan dan posisi luka baik karna bisa sembuh
sendiri dan hanya mengkaji prinsip dasar perawatan saja (JNPK-KR 2008).
Jika robekan panjang dan dalam periksa
apakah derajat II sampai IV dengan cara masukan jari dengan sarung tangan
kedalam anus identifikasi springter ani,
rasakan
tonus dari springter.jika springter kena,
lihat
posisi robekan tingkat III dan IV tapi jika springter utuh teruskan reparasi
dan lanjutkan penjahitan.
2.3.3
Retensio
Plasenta
Adalah terlambatnya kelahiran plasenta
selama setengah jam setelah kelahiran bayi.
Plasenta
harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati. Satu bagian plasenta tidak lahir
atau tertinggal maka uterus tidak dapat
berkontraksi dengan efektif dan keadaan ini bisa menimbulkan perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui
adalah perdarahan segera, uterus
dapat berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang (Prawirohardjo, 2005).
Plasenta tertahan jika tidak dilahirkan
dalam 30 menit setelah janin lahir,
plasenta
mungkin terlepas tetapi terperangkap oleh serviks, terlepas sebagian secara patologis
melekat (David,
2007).
Pemisahan plasenta ditiimbulkan dari kontraksi
dan retraksi myometrium sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi
ukuran area plasenta. Area
plasenta menjadi lebih kecil, sehingga
plasenta mulai memisahkan diri dari dinding uterus dan tidak dapat berkontraksi
atau berinteraksi pada area pemisahan
bekuan darah retro plasenta terbentuk
Berat bekuan darah ini
menambah pemisahan kontraksi uterus berikutnya akan melepaskan keseluruhan
plasenta dari uterus dan mendorong keluar vagina disertai dengan pengeluaran
selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta (WHO, 2001).
a. Penyebab
Retensio Plasenta
Secara
fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat penyebab terpenting, dan plasenta sukar terlepas karena
tempatnya inser disudut tuba, bentuknya
plasenta membranasea, plasenta
anularis, dan
ukuranya plasenta yang sangat kecil.
Penilaian
retensio plasenta harus dilakukan dengan benar karena ini untuk menentukan
sikap pada saat bidan akan mengambil keputusan untuk melakukan manual plasenta, karena retensio bisa disebabkan
oleh beberapa hal antara lain :
1.
Plasenta Adhesiva adalah implantasi yang
kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme
separasi fisiologi.
2.
Plasenta Akreta adalah implantasi jonjot
korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan miometrium, perlekatan plasenta sebagian atau
total pada dinding uterus. Pada
plasenta akreta ada yang kompleta,
yaitu
jika seluruh permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim, plasenta akreta parsialis yaitu
jika hanya beberapa bagian dari permukaanya lebih erat berhubungan dengan
dinding rahim dari biasa.
3.
Plasenta Inkreta adalah implantasi
jonjot korion plasenta hingga mencapai/ melewati lapisan miometrium.
4.
Plasenta perkreta adalah implantasi
jonjot korion plasenta yang menembus miometrium hingga mencapai lapisan serosa
dinding uterus.
5.
Plansenta Inkar serata adalah
tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan
oleh konstriksi ostium uteri.
b. Tanda
dan Gejala
Gejala
yang selalu ada plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik, tali pusat putus akibat traksi
berlebihan, inversi
uteri akibat tarikan. Gajala
yang kadang-kadang timbul uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak
berkurang.
c. Penatalaksanaan
Retensio Plasenta
1. Tentukan
jenis retensio plasento yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan
diambil.
2. Regangkan
tali pusat dan minta pasien untuk mengedan.
Bila
eksplusi plasenta tidak terjadi,
coba
traksi terkontrol tali pusat.
3. Pasang
infus oksitoksin 20 IU dalam 500 ml NS/RL dengan 40 tetes permenit.
4. Bila
traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta selama 30 menit, lakukan manual plasenta secara
hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdaharan dan
kemudian melahirkannya keluar dari vakum uteri.
5. Lakukan
tranfusi darah apabila diperlukan.
d. Pencegahan
Retensio Plasenta
Upaya pencegahan
yang dapat dilakukan oleh bidan adalah dengan promosi untuk meningkatkan
penerimaan keluarga berencana,sehingga memperkecil terjadi retensio plasenta, meningkatkan penerimaan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih, pada
waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak diperkanankan untuk
melakukan messase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta. Massase yang tidak tepat waktu
dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan plasenta.
2.3.4
Inversio
Uteri
Adalah suatu keadaan dimana fundus uteri
masuk kedalam kavum uteri, dapat
secara mendadak atau terjadi perlahan,
selain
dari pada itu pertolongan persalinan yang makin banyak dilakukan tenaga
terlatih maka kejadian inversio uteripun makin berkurang. Uterus dikatakan
mengalami inversi jika bagian dalam menjadi diluar saat melahirakn plasenta.
Peyebabnya bisa terjadi secara spontan atau karena
tindakan. Faktor yang memudahkan terjadinya adalah uterus yang lembek, lemah,
tipis dindingnya; tarikan tali pusat yang berlebihan; atau patulous kanalis
servikalis. Yang spontan dapat terjadi pada grandemultipara, atonia uteri,
kelemahan alat kandungan dan tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan
batuk).
a. Pembagian inversio uteri:
1.
Inversio uteri ringan/ inversio uteri inkomplit
: fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum
uteri namun belum keluar dari
ostium uteri
2.
Inversio uteri sedang /inversio uteri inkomplit : terbalik dan sudah
masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat/ inversio prolaps : uterus dan vagina semuanya
terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.
b.
Pembagian Klasifikasi Inversio
Uteri
|
Tingkat I: Uterus turun
dengan serviks paling rendah dalam introitus vagina
Tingkat II: uterus sebagian besar keluar dari vagina
Tingkat III: Uterus keluar seluruhnya dari vagina yang disertai dengan inversio vagina ( prosidensia uteri)
Tingkat II: uterus sebagian besar keluar dari vagina
Tingkat III: Uterus keluar seluruhnya dari vagina yang disertai dengan inversio vagina ( prosidensia uteri)
c. Etiologi Inversio Uteri
1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan
alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
d.
Faktor yang mempermudah terjadinya inversio uteri:
1.Tunus otot rahim yang lemah
2. Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan tangan, tarikan pada tali pusat)
3. Canalis servikalis yang longgar.
1.Tunus otot rahim yang lemah
2. Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan tangan, tarikan pada tali pusat)
3. Canalis servikalis yang longgar.
e.
Tanda gejala inversio uteri:
1. Dijumpai
pada kala III atau post partum dengan
gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagi bila
plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dandapat
terjadi strangulasi dan nekrosis.
2. Pemeriksaan dalam: Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis
uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam. Bila komplit, di atas simfisis
uterus teraba kosong dan dalam vagina
teraba tumor lunak. Kavum uteri sudah
tidak ada (terbalik).
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN
KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN
3.1 SOAP KALA
I
1.
SUBJEKTIF
Tanggal
15 januari 2015 Pukul 13.00 WIB
Identitas
Nama Ibu : Ny. S Nama
Suami : Tn. A
Umur
: 21 tahun Umur : 24 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Sunda Suku :
Sunda
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan
Alamat :
kp cisauk Alamat : kp cisauk
Pada tanggal 15 januari 2015 Pukul
13.00 WIB
Ibu mengatakan mengeluh perutnya terasa mulas dan
nyeri punggung menjalar ke perut bagian bawah sejak pukul 09.00 WIB, serta
mengeluarkan lender bercampur darah 09.30 WIB dengan frekuensi 2X10 menit
lamanya kurang lebih 30 detik. Riwayat Menstruasi ibu haid pertama 14 tahun,
Lama haid: 6-7 hari, Siklus haid 28 hari, Banyaknya darah: 3x ganti
softek, Sifat darah: encer tidak menggumpal, Dissminore: ada hari pertama
menstruasi, HPHT 10 April 2014. TP 17 Januari 2015. Ibu tidak mempunyai riwayat
penyakit reproduksi seperti infeksi genitalia, infeksi panggul, keputihan,
gatal, tumor, kanker, dan HIV/AIDS. Ini merupakan hamil yang pertama belum
pernah keguguran dan belum pernah melahirkan.ibu memeriksakan kehamilannya pada
trimester I: ANC sebanyak 1x di RB, tidak ada keluhan, trimester II: ANC sebanyak
1x di RB, mendapat imunisasi TT1 dan TT2, trimester III: ANC sebanyak 2x di RB, keluhan
sering BAK dan nyeri pinggang, Ibu tidak mempunyai riwayat seperti jantung,
ginjal, asma/TB paru, DM, Hipertensi, Hipotensi, Anemia, dan epilepsy. Ibu
menikah sah pada umur 20 tahun dengan suami berumur 23 tahun, lama pernikahan 1
tahun. Keluarga dan suami akan senang dengan kehamilan ini. Ibu makan teraakhir
pukul 11.00 WIB, dengan komposisi nasi, lauk, sayur, tempe. Ibu tidur terakhir
pukul 21.00 WIB (15 januari 2015) selama 7 jam. BAK terakhir pukul 12.00 WIB,
BAB terakhir pukul 07.00 WIB, ibu melakukan hubungan seksual 1x dalam satu
minggu.
OBJEKTIF
Pada
tanggal 15 Januari pukul 13.05 WIB
Keadaan umum baik, kesadaran
composmentis, keadaan emosional normal, TD 130/80 mmHg, N 80 x/menit, R
20x/menit, S 36,5 C. mata: konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterik, tidak
ada kelainan hidung : tidak ada polip mulut: bibir berwarna kemerahan tidak
pecah-pecah tidak ada lesi, tidak ada stomatitis, tidak ada caries gigi, Leher:
tidak ada pembesaran klenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar
thyroid, dada: simetris, payudara: simetris kanan kiri, bentuknya: bundar
membesar, hyperpigmentasi aerola, tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan,
belom ada pengeluran ASI, keadaan putting menonjol, BJ I dan BJ II terdengar
lupdup. Perut bulat tidak ada bekas operasi, ada striae gravidarum dan linea
gravidarum, TFU 30cm.
Palpasi Leopold: Leopold 1 teraba kurang
bulat, lunak, tidak melenting (bokong), Leopold II pada bagian kanan ibu teraba
datar, panjang memapan seperti papan, dan keras (punggung), pada bagian kiri
perut ibu teraba bagian-bagian kecil janin (ekstremitas), Leopold III teraba
keras, bulat, melenting (kepala), Leopold IV divergen, masuk 4/5 bagin, kontraksi
uterus 3x10 menit lamanya 40 detik TBJ
DJJ 148x/menit, kandung kemih kosong, ekstremitas atas: simetris, tidak
ada kelainan, ekstremitas bawah: simetris tidak oedema, tidak ada varises.
Genitalia: bersih, pengeluaran lender bercampur darah, tidak ada infeksi
vagina. Anus: tidak hemoroid. PD: dinding vagina luas, tidak ada benjolan,
porsio lunak, pembukaan 8 cm, ketuban utuh, presentasi kepala, hodge 3+, UKK
kiri depan, tidak ada molase. Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
ASESSMENT
Diagnosa
: Ny. S usia 21 tahun G1P0A0 usia kehamilan 40
minggu inpartu kala 1 fase aktif,. Janin tunggal hidup, punggung kanan,
presentasi kepala, sudah masuk PAP, hodge 3+, tidak ada molase.
PLANING
OF ACTION
Pada
tanggal 15 Januari 2015 pukul 13.10 WIB
1) Memberitahu
hasil pemeriksaan bahwa ibu sebentar lagi memasuki persalinan dengan pembukaan
8cm ibu sudah mengerti hasil pemeriksaan.
2) Mengatur
posisi ibu agar ibu nyaman dan mengajarkan teknik meneran yang baik. Ibu
mengerti penjelasan bidan.
3) Mengobservasi
kala I fase aktif (Djj, kontraksi, TTV, kandung kemih) untuk mengetahui
perkembangan persalinan. Ibu telah diobservasi..
4) Menyiapkan
partus set, hecting set, pakaian ibu, pakaian bayi. Alat sudah disiapkan.
5) Melakukan
dokumentasi berupa partograf.
3.2 SOAP KALA
II
I.
PENGUMPULAN DATA
Pada tanggal 15 januari
2015 Pukul 14.00 WIB
Data Subyektif :
Ibu mengatakan mules
semakin sering dan dorongan meneran semakin kuat, ibu belum keluar air-air.
Data Objektif :
Keadaan umum baik,
kesadaran composmentis, keadaan emosional stabil, terlihat tanda dan gejala
kala II seperti adanya dorongan ingin meneran, tekanan pada anus, perineum
menonjol, vulva membuka, TD 120/70 mmHg, nadi 80 x/menit, pernafasan 22
x/menit, suhu 360c. pemeriksaan dalam pembukaan lengkap 10 cm.,
presentasi kepala, hodge 3+, ubun-ubun kecil kiri depan, tidak ada molase,
kandung kemih kososng,, kontraksi 5x10’ lamanya 50”. Djj 146x/menit.
ASESMENT
Diagnosa: Ny. S usia 21
tahun GIP0A0 usia kehamilan 40 minggu inpartu
kala I. janin tunggal hidup, punggung kanan, presentasi kepala, sudah masuk
PAP, hodge 3+.
PLANING OF ACTION
Pada tanggal 15 januari
2015 Pukul 14.05 WIB
1)
Memberitahu hasil pemeriksaan bahwa
pembukaan sudah lengkap, ibu sudah siap untuk melahirkan, ibu sudah mengerti
hasil pemeriksaan.
2)
Membimbing ibu untuk meneranagar dapat
melahirkan kepala bayi. Ibu meneran dengan baik.
3)
Memberikan ibu minum disela-sela his
agar ibu mendapatkan asupan tenaga untuk meneran dengan baik. Ibu telah
diberikan minum.
4)
Menolong persalinan dengan langkap APN
untuk melahirkan bayi sudah dilakukan langkah APN.
5)
Melakukan observasi Djj disela his unutk
mengetahui perkembangan jantung janin. Djj dalam batas normal.
6)
Bayi lahir spontan, menangis kuat, tonus
otot baik, warna kulit kemerahan, jenis kelamin laki-laki, Lahir pukul
7)
Melakukan inisiasi menyusui dini dengan
meletakkan bayi ditengah payudara ibu agar bayi dapat mengenali dan mencari
putting susu ibu secara alami. Bayi sudah dilakukan IMD.
3.3 SOAP KALA III
I.
PENGUMPULAN DATA
Pada tanggal 15 januari
Pukul 15.10 WIB
Data subjektif
Ibu mengatakan senang
akan kelahiran bayinya, ibu masih merasakan mulas di perut bagian bawah
Data Objektif
Keadaan umum baik,
kesadaran composmentis, keadaan emosional stabil, TFU sejajar pusat, kandung
kemih kosong, tali pusat bertambah panjang, uterus globuler, terdapat semburan
darah tiba-tiba.
ASESSMENT
Diagnosa
Ny. S usia 21 tahun
P1A0 partus kala III
PLANING OF ACTION
Pada tanggal 15 januari
2015 Pukul 15.10 WIB
1)
Memberitahu hasil pemeriksaan bahwa
plasenta akan segera dilahirkan. Ibu telah mengerti hasil pemeriksaan.
2)
Memastikan tidak ada janin kedua untuk
menghindari adanya gemeli. Bayi tunggal.
3)
Menyuntikkan oksitosin 1 ampul (1cc)
pada 1/3 paha kiri luar ibu untuk membantu pengeluaran/ pelepasan plasenta. Ibu
telah di disuntikkan oksitosin.
4)
Melakukan PTT untuk mengeluarkan
plasenta. PTT sudah dilakukan.
5)
Mengeluarkan plasenta. Plasenta lahir
pukul
6)
Melakukan masasse uterus dan mengajarkan
cara massase agar kontraksinya baik. Ibu dan keluarga sudah mengerti cara
massase.
7)
Mengecek kelengkapan plasenta agar tidak
ada sisa plasenta yang tertinggal. Plasenta lahir lengkap kotiledon lengkap,
panjang tali pusat 50 cm, diameter 16 cm, kedalaman 2 cm, karion amnion
lengkap.
3.4 SOAP KALA
IV
II.
PENGUMPULAN DATA
Pada tanggal 15 Januari
Pukul 15.25 WIB
Data subjektif
Ibu mengatakan senang
dengan kelahiran bayinya, ibu masih merasakan mulas dan merasa keluar darah
banyak dari kemaluannya, ibu mengatakan badan terasa lemas
Data objektif
Keadaan umum lemah,
kesadaran komposmentis, keadaan emosional stabil, TD 90/600 mmHg, nadi 80
x/menit, pernafasan 19 x/menit, suhu 37,40c, kontraksi lemah, TFU
tidak teraba, kandung kemih kosong, perdarahan kurang lebih 400cc, tidak
terdapat luka jalan lahir.
ASESSMENT
Diagnosa
Ny. N usia 21 tahun
P1A0 partus kala IV dengan atonia uteri. Syok hemoragik, syok hipovolemik, anemia, kematian
pada ibu.
PLANNING OF ACTION
Pada tanggal 15 Januari
2015 Pukul 15.25 WIB
1. Memberi tahu ibu hasil pemeriksaan
bahwa saat ini ibu mengalami perdarahan. ibu mengerti.
2. Memberitahu
ibu mengenai kemungkinan yang terjadi seperti syok, anemia, dan kematian pada
ibu.
3. Memberikan informed consent kepada
ibu dan keluarga. ibu bersedia dilakukan pemeriksaan
4. Melakukan oksigenisasi kepada ibu. oksigen
sudah di pasang.
5. Mengosongkan kandung kemih. kandung
kemih sudah kosong.
6. Mekukan tindakan KBI (kompresi
bimanual interna) selama 5 menit, jika uterus berkontraksi teruskan KBI selama 2 menit. kontraksi
masih lemah.
7. Mengajarkan keluarga untuk melakukan KBE
(kompresi bimanual eksterna)
8. Memberikan ergometrin 0,2 mg IM,
apabila pasien mengalami tekanan darah tinggi maka ergometrin diganti dengan
misoprostol atau sitotek 3 tablet secara rektal.
9. Melakukan pemasangan infus RL+ 20 IU
Oksitosin di guyur. infus terpasang dan kontraksi membaik perdarahan juga
berhenti.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
PEMBAHASAN KASUS
Setelah
melakukan asuhan kebidanan pada Ny S dengan Atonia uteri. Tahap manajemen asuhan kebidaanan yang
terdiri dari pengumpulan data, interpretasi data, diagnosa potensial, tindakan
segera, intevensi, implementasi dan evaluasi. Penulis menemukan banyak kesamaan antara pembahasan teori
dengan kenyataan di lapangan, namun kesenjangan tetap ada. Dalam bab ini akan dijabarkan
beberapa persamaan antara pembahasan teori dengan kenyataan yang ada dilapangan
menguraikan kesenjangan-kesenjangan yang ditemui serta mencari jalan keluarnya
yang sesuai dengan langkah-langkah dalam manajemen asuhan kebidanan maka
asuhannya adalah:
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian penulis tidak menemukan kesulitan yang berarti, baik dalam pengumpulan data Subjektif, objektif, primer dan sekunder, dimana didukung oleh peralatan dan pelayanan yang memadai, pencatatan yang baik dan pembimbing klinik yang bersedia memberi masukan dan arahan.
Dibawah ini penulis uraikan data yang diperoleh dari teori yang ada antara lain:
a. Data subjektif
1) Keluhan utama
Ibu mengeluhkan nyeri perut bagian bawah yang menjalar ke punggung, keluar lendir bercampur darah. Hal ini sesuai dengan teori, yang merupakan tanda-tanda inpartu. Lelah yang dialami ibu berkaitan dengan istirahat yang kurang karena kontraksi uterus dirasakan ibu sejak pukul 09.00 Wib tanggal 15 Januari 2015
2) Riwayat HPHT
HPHT : 10 April 2014
TP : 17 Januari 2015
Usia kehamilan 40 minggu adalah kehamilan aterm , dimana biasanya timbul tanda-tanda persalinan
3) Pola makan
Makan
Pukul : 07.00 WIB
Macam : nasi, lauk pauk,sayur
Jumlah : ¼ piring+ ¼ potong+ ¼ mangkok
Keluhan : kurang nafsu makan
Minum
Pukul : 07.10
Macam : air putih
Jumlah : 1/2 gelas
Keluhan : tidak ada
Intake nutrisi ibu kurang karena ibu merasa tidak nyaman berhubungan dengan nyeri yang sudah dirasakan ibu sejak kemarin.
4) Istirahat Terakhir
Istirahat : 7 Jam
Ibu cukup istirahat
b. Data objektif
1) Pemeriksaan Fisik: Normal.
2) Pemeriksaan Abdomen
LEOPOLD I : Tinggi fundus uteri pertengahan pusat dengan px, pada fundus teraba lunak, kurang bulat dan tidak melenting (bokong)
LEOPOLD II pada bagian kanan perut ibu teraba keras, panjang memapan (punggung), pada bagian kiri perut ibu teraba bagian- bagian kecil janin (ekstremitas)
1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian penulis tidak menemukan kesulitan yang berarti, baik dalam pengumpulan data Subjektif, objektif, primer dan sekunder, dimana didukung oleh peralatan dan pelayanan yang memadai, pencatatan yang baik dan pembimbing klinik yang bersedia memberi masukan dan arahan.
Dibawah ini penulis uraikan data yang diperoleh dari teori yang ada antara lain:
a. Data subjektif
1) Keluhan utama
Ibu mengeluhkan nyeri perut bagian bawah yang menjalar ke punggung, keluar lendir bercampur darah. Hal ini sesuai dengan teori, yang merupakan tanda-tanda inpartu. Lelah yang dialami ibu berkaitan dengan istirahat yang kurang karena kontraksi uterus dirasakan ibu sejak pukul 09.00 Wib tanggal 15 Januari 2015
2) Riwayat HPHT
HPHT : 10 April 2014
TP : 17 Januari 2015
Usia kehamilan 40 minggu adalah kehamilan aterm , dimana biasanya timbul tanda-tanda persalinan
3) Pola makan
Makan
Pukul : 07.00 WIB
Macam : nasi, lauk pauk,sayur
Jumlah : ¼ piring+ ¼ potong+ ¼ mangkok
Keluhan : kurang nafsu makan
Minum
Pukul : 07.10
Macam : air putih
Jumlah : 1/2 gelas
Keluhan : tidak ada
Intake nutrisi ibu kurang karena ibu merasa tidak nyaman berhubungan dengan nyeri yang sudah dirasakan ibu sejak kemarin.
4) Istirahat Terakhir
Istirahat : 7 Jam
Ibu cukup istirahat
b. Data objektif
1) Pemeriksaan Fisik: Normal.
2) Pemeriksaan Abdomen
LEOPOLD I : Tinggi fundus uteri pertengahan pusat dengan px, pada fundus teraba lunak, kurang bulat dan tidak melenting (bokong)
LEOPOLD II pada bagian kanan perut ibu teraba keras, panjang memapan (punggung), pada bagian kiri perut ibu teraba bagian- bagian kecil janin (ekstremitas)
LEOPOLD
III : Pada bagian bawah perut ibu teraba keras, bulat,
melenting (kepala), sudah masuk PAP
LEOPOLD IV : divergen 4/5 bagian
TFU ibu pertengahan pusat dengan PX yang menunjukkan usia kehamilan 40 minggu, hal ini sesuai dengan teori.
LEOPOLD IV : divergen 4/5 bagian
TFU ibu pertengahan pusat dengan PX yang menunjukkan usia kehamilan 40 minggu, hal ini sesuai dengan teori.
3) Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
HB : 11,5 gr %
Tanggal Pemeriksaan :15 Januari 2015
2. Interpretasi data
a) Diagnosis
Berdasarkan teori cara menegakkan diagnosa pada pasien dengan atonia uteri sama yaitu: Ibu parturien kala IV dengan atonia uteri KU ibu baik
Pada atonia uteri yang biasa ditemukan yaitu:
1) kontraksi lemah
2) TFU Tidak teraba
3) Perdarahan 400 cc
4) Kandung kemih: kosong
b) Masalah
Berdasarkan teori cara mengetahui masalah dengan mengetahui keluhan ibu seperti ibu merasa tidak nyaman berhubungan dengan nyeri yang dialami ibu
c) Kebutuhan
Berdasarkan teori pemenuhan kebutuhan dapat berupa apa-apa saja kebutuhan pasien saat dilakukan anamnesa. Seperti pasien membutuhkan dukungan psikologis untuk menentramkan hatinya yang cemas dengan kehamilannya agar pasien tidak stres, Memberikan kenyamanan kepada ibu dengan membantunya menjaga personal Hygiene ibu. Kebutuhan pasien pada teori ada kesamaan dengan yang dilapangan. Kebutuhan pasien dilapangan seperti pasien butuh dukungan psikologis dan rasa nyaman.
3. Diagnose potensial
Perdarahan post partum primer.
Karena lemahnya kontraksi uterus setelah bayi dan plasenta lahir menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta sehingga berpotensi terjadi perdarahan post partum Primer, syok hemoragik, syok hipovolemik, anemia, dan kematian pada ibu.
4. Tindakan segera
Tindakan segera yang dilakukan di lapangan adalah mengosongkan kandung kemih karena kandung kemih yang penuh akan menghalangi uterus untuk berkontraksi secara baik. Namun berdasarkan teori tindakan segera yang harus dilakukan adalah pemasangan infus.
5. Perencanaan
Perencanaan dirumuskan mengacu pada masalah yang kita temui waktu melakukan pengkajian sesuai dengan kondisi pasien. Sebagian besar dari perencanaan di lapangan sama dengan teori namun kesenjangan tetap ada.
6. Pelaksanaan
Pada tahap ini adalah pelaksanaan dari rencana yang telah dibuat. Semua perencanaan yang telah dilakukan telah dilaksanakan dengan baik namun tetap ada kesenjangan antara teori dengan praktek di lapangan.
seperti:
1) Dalam penatalaksanaan atonia uteri sebelum pemasangan infus dilakukan KBI terlebih dahulu, sedangkan berdasarkan teori pemasangan infus dilakukan sebelum semua tindakan dilakukan.
2) Dalam penatalaksanaan atonia uteri pemberian jenis uterotonika sesuai dengan teori yang ada, berdasarkan teori yang diberikan uterotonika yang digunakan adalah ergometrin kecuali jika ibu mengalami hipertensi maka diberikan oksitosin. Dilapangan ibu tidak mengalami hipertensi dan ibu diberikan ergometrin, jadi tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan di lapangan.
3) Pada kasus KBE tidak dilakukan oleh keluarga karena adanya rekan tenaga kesehatan lain yang melakukannya.
7.
Evaluasi
Merupakan tahap akhir proses manajemen kebidanan berdasarkan laporan kasus yang penulis lakukan selama melakukan manajemen terhadap pasien dengan atonia uteri. Penulis mengambil kesimpulan pada dasarnya semua tujuan yang direncanakan dapat berhasil dan direncanakan dengam baik. Serta dalam melakukan asuhan sudah sesuai dengan teori yang ada.
Merupakan tahap akhir proses manajemen kebidanan berdasarkan laporan kasus yang penulis lakukan selama melakukan manajemen terhadap pasien dengan atonia uteri. Penulis mengambil kesimpulan pada dasarnya semua tujuan yang direncanakan dapat berhasil dan direncanakan dengam baik. Serta dalam melakukan asuhan sudah sesuai dengan teori yang ada.
BAB V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Penulis telah melakukan asuhan
kebidanan pada Ny S,
G1P0A0 dengan atonia uteri Adapun
asuhan kebidanan yang telah dilakukan meliputi:
1. Mampu melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pada kasus Ny.S dengan Atonia Uteri
2. Mampu menegakkan diagnosa, masalah, serta menentukan kebutuhan pada kasus Ny.S dengan Atonia Uteri
3. Mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial Ny.S dengan Atonia Uteri
4. Mampu mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera Pada kasus Ny.S dengan Atonia Uteri
5. Mampu merencanakan asuhan sesuai dengan diagnosa, masalah dan kebutuhan pada Ny.S dengan Atonia Uteri
6. Mampu melaksanakan asuhan Ny.S dengan Atonia Uteri direncanakan dengan baik secara mandiri, kolaborasi ataupun rujukan
7. Mampu mengevaluasi hasil asuhan pada Ny.S dengan Atonia Uteri
8. Mampu mendokumentasikan manajemen Ny.S dengan Atonia Uteri
1. Mampu melakukan pengkajian data subjektif dan objektif pada kasus Ny.S dengan Atonia Uteri
2. Mampu menegakkan diagnosa, masalah, serta menentukan kebutuhan pada kasus Ny.S dengan Atonia Uteri
3. Mampu mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial Ny.S dengan Atonia Uteri
4. Mampu mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera Pada kasus Ny.S dengan Atonia Uteri
5. Mampu merencanakan asuhan sesuai dengan diagnosa, masalah dan kebutuhan pada Ny.S dengan Atonia Uteri
6. Mampu melaksanakan asuhan Ny.S dengan Atonia Uteri direncanakan dengan baik secara mandiri, kolaborasi ataupun rujukan
7. Mampu mengevaluasi hasil asuhan pada Ny.S dengan Atonia Uteri
8. Mampu mendokumentasikan manajemen Ny.S dengan Atonia Uteri
4.2 Saran
1.
Institusi pelayanan
a. Diharapkan kepada institusi pelayanan untuk dapat menegakkan diagnosa kepada pasien secara tepat dan benar sesuai dengan masalah yang ditemui dan sesuai dengan pemeriksaan penunjang. Serta dapat melaksanakan asuhan kebidanan pasien sesuai dengan masalah dan kebutuhannya.
b. Diharapkan pada institusi pelayanan agar dapat melakukan penatalaksanaan atonia uteri sesuai berdasarkan teori yang ada
a. Diharapkan kepada institusi pelayanan untuk dapat menegakkan diagnosa kepada pasien secara tepat dan benar sesuai dengan masalah yang ditemui dan sesuai dengan pemeriksaan penunjang. Serta dapat melaksanakan asuhan kebidanan pasien sesuai dengan masalah dan kebutuhannya.
b. Diharapkan pada institusi pelayanan agar dapat melakukan penatalaksanaan atonia uteri sesuai berdasarkan teori yang ada
2.
Institusi
pendidikan
Diharapkan kepada institusi pendidikan untuk menambah sumber buku pustaka yang terbaru agar membantu mahasiswa dalam meningkatkna pengetahuan dan wawasan sesuai dengan ilmu dan tekhnologi terkini.
Diharapkan kepada institusi pendidikan untuk menambah sumber buku pustaka yang terbaru agar membantu mahasiswa dalam meningkatkna pengetahuan dan wawasan sesuai dengan ilmu dan tekhnologi terkini.
3.
Bagi
penulis
Untuk keberhasilan dalam asuhan kebidanan selanjutnya penulis hendaknya memapu melaksanakan kerjasama yang baik dengan petugas dan pasien, serta mampu melaksanakan komunikasi terapeutik dengan pasien dan mampu melaksanakan asuhan yang terpadu dengan pasien.
Untuk keberhasilan dalam asuhan kebidanan selanjutnya penulis hendaknya memapu melaksanakan kerjasama yang baik dengan petugas dan pasien, serta mampu melaksanakan komunikasi terapeutik dengan pasien dan mampu melaksanakan asuhan yang terpadu dengan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Lismiati, lilies. Asuhan Kebidanan
terkini kegawatdaruratan maternal dan neonatal. 2013. Jakarta: TIM
Sarwono Prawirohardjo. Panduan
Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. 2011. Jakarta
Sylistyawati, ari. Asuhan
Kebidanan Pada Ibu Bersalin. 2010. Jakarta
Yulianti,
lia. AsuhanKebidanan IV (Patologi
Kebidanan). 2011. Jakarta: TIM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar