BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyulit dalam
persalinan meliputi berbagai macam seperti ketuban pecah dini, amnionitis,
emboli cairan ketuban dan persalinan lama yaitu fase laten memanjang, fase
aktif memanjang, kala II memanjang.
Ketuban pecah
dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) adalah keluarnya cairan dari
jalan lahir / vagina sebelum proses persalinan,
dan setelah ditunggu selama satu
jam belum juga mulai ada tanda-tanda inpartu. Dan pada amnionitis keadaan ini
merupakan komplikasi yang serius pada kehamilan trimester ketiga, keadaan ini
biasanya didahului oleh pecahnya selaput amnion sebelum waktunya atau
persalinan lama dan sulit, tetapi juga dapat dapat terjadi karena infeksi
asendens walaupun selaput amnion utuh. Untuk Emboli cairan ketuban adalah
penyumbatan areteri pulmoner (arteri paru-paru) ibu oleh cairan ketuban. Suatu
emboli adalah suatu masa dari bahan asing yang terdapat dipembulu darah.
meskipun sangat jarang terjadi, emboli bisa terbentuk dari cairan ketuban.
Emboli ini sampai ke paru-paru ibu dan menyumbat arteri, penyumbatan ini
disebut emboli pulmoner. Pada persalinan lama Fase laten lebih dari 8 jam,
persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi (persalinan
lama), dan Dilatasi serviks dikanan garis waspada pada patograf.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apasih
yang dimaksud dengan ketuban pcah dini?
2. Apa
saja tanda gejala ketuban pecah dini?
3. Apa
yang dimaksud dengan amnionitis?
4. Apa
yang dimaksud dengan emboli air ketuban dan bagaimana cara penatalaksanaanya?
5. Apa
itu yang dinamakan dengan persalinan lama?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui
tentang ketuban pecah dini
2.
Untuk mengetahui tanda
gejala ketuban pecah dini
3.
Untuk mengetahui yang
dimaksud dengan amnionitis
4.
Untuk mengetahui
tentang emboli air ketuban den cara penatalaksanaannya
5.
Untuk mengetahui
tentang persalinan lama
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
PENYULIT DALAM
PERSALINAN
2.1.1
Definisi KPD ( KETUBAN
PECAH DINI)
Ketuban
pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) adalah keluarnya cairan dari
jalan lahir / vagina sebelum proses persalinan,
dan setelah ditunggu selama satu
jam belum juga mulai ada tanda-tanda inpartu. Early rupture of membrane adalah ketuban yang pecah pada saat
fase laten. Hal ini bisa membahayakan karena dapat terjadi infeksi asenden intrauterine.
Penyebabnya adalah ;
o Multiparitas
o Hidramnion
o Kelainan
letak: sungsang atau lintang
o Cephalo
pelvic disproportion (CPD)
o Kehamilan
ganda
o Pendular
abdomen (perut gantung)
2.1.2
Tanda gejala
a. Tanda
yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
b. Aroma
air ketuban berbau amis dan tidak seperti berbau amoniak, mungkin cairan
tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pusat atau bergaris warna
darah.
c. Cairan
ini tidak akan berhenti atau kering karena terus di produksi sampai kelahiran.
Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak dibawah
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.
d. Demam.
e. bercak
vagina yang banyak.
f. nyeri
perut.
g. denyut
jantung janin bertambah cepat merupakan tanda- tanda infeksi yang terjadi.
2.1.3
Etiologi
a. persalinan
premature
b. korioamnionitis
terjadi dua kali sebanyak ketuban pecah dini
c. malposisi
atau malpresentasi janin
d. factor
yang mengakibatkan kerusakan serviks.
1. Pemakaian alat-alat pada serviks sebelumnya (aborsi terapeutik,
LEEP, dan sebagaainya)
2. Peningkatan
paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama pelahiran sebelumnya.
e. Riwayat
ketuban pecah sebelum waktunya, sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih.
f. Merokok
selama kehamilan
g. Usia
ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat daripada ibu muda.
·
Bila ketuban telah
pecah.
1. Anjurkan
pasien untuk pergi kerumah sakit atau ke klinik
a. Bila ibu merasakan ada cairan yang yang keluar melalui liang
vaginanya setelah usia kehamilan 22 minggu paling dini 22 minggu, cairan yang
keluar seperti pipis yang tidak bisa ditahan, dan terasa hangat. Umumnya tidak
berbau, tapi pada beberapa ibu ada yang berbau amis, dan ibu boleh segera
datang ke klinik jika cairan ketubannya berwarna kuning atau keruh karena sudah
terinfeksi.
b.
cairan ketuban juga bisa
merembes atau menetes. Itu terjadi bila selaput ketuban yang pecah ada di
bagian atas. Pada kondisi seperti itu, ibu harus lebih waspada. ”Karena cairan
yang keluar tidak banyak, ibu tidak tahu kalau itu sebenarnya cairan ketuban.
Celana dalam yang lembab dikira disebabkan oleh lendir dari vagina atau
keputihan, jadi bisan mengingatkan agar ibu waspada bila celana dalam selalu
basah hingga harus ganti 5-10 kali dalam sehari. Sebab, cairan ketuban yang
merembes menunjukkan kalau terjadi infeksi. Bila tidak segera diatasi, bakteri
bisa menginfeksi janin, sehingga bisa berdampak buruk.
2. Catat
terjadinya ketuban pecah
a. Lakukan
pengkajian secara seksama. Upayakan mengetahui wktu terjadinya pecah ketuban.
b. Bila
robekan ketuban tampak kasar :
1) Saat
pasien berbaring terlentang, tekan fundus untuk melihat adanya semburan cairan
pada vagina.
2) Basahi
kapas apusan dengan cairan dan lakukan pulasan pada slide untuk mengkaji
ferning dibawah miksroskop.
3) Sebagian
cairan diusap ke kertas nitrazene. Bila positive, pertimbangkan uji diagnostic
bila pasien sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual, tidak ada peerdarahan,
dan tidak dilakukan pemeriksaan pervagina menggunakan jelly K-Y
c.
Bila pecah ketuban
dan/atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas, lakukan pemeriksaan speculum
steril.
1) Kaji
nilai bishop serviks
2) Lakukan
kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi
3) Dapatkan
specimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang dipulaskan pada slide untuk
mengkaji ferning dibawah mikroskop.
d. Bila
usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit herpes tipe 2, rujuk
kedokter.
A.
Jenis KPD
a. KPD
saat preterm ( < 37 minggu) insidensi 2-4 % dari kehamilan tunggal dan 7-10%
dari kehamilan kembar. KPD < 32 minggu tatalaksana mencakup obat antibiotic
untuk kultur servikologiral (+), pembatasan aktivitas , pemantauan infeksi,
pemeriksaan janin secara regular, pemeriksaan ultrasonografi (USG) secara
teratur 3-4 minggu, tes lakmus (test nitrasin) lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukan adanya cairan ketuban (alkalis). KPD 32-34 minggu tatalaksana
observasi mencakup pemberian antibiotic untuk memperpanjang masa laten
pengobatan kortikosteroid antenatal. KPD > 34 minggu : penentuan pematangan
paru paru janin.
b. KPD
saat aterm ( > 37 minggu) insidensi 8-10% dari kehamilan cukup bulan.
Terlaksana KPD atrem tidak ada kontraindikasi terhadap tatalksan observasi
seperti gawat janin, pendarahan pervagina tanpa diketahui penyebabnya , proses
melahirkan aktif, koriamnionitis. Segera induksi atau dengan pematangan
serviks.
B.
Penatalaksanaan
1. Kebanyakan
persalinan dimulai dalam 24-72 jam setelah ketuban pecah
2. Kemungkinan
infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan ke vagina, kecuali
speculum steril, jangan melakukan pemeriksaan vagina
3. Saat
menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat
a. Ukur
suhu tubuh empat kali: bila suhu meningkat secara signifikasi, dan atau
mencapai 38oc,, berikan 2 macam antibiotic dan pelahiran harus
diselesaikan.
b. Observasi
rabas vagina: bau menyengat, purulent atau tampak kekuningan menunjukkan adanya
infeksi.
c. Catat
bila ada nyeri tekan dan iritabiltas uterus serta laporkan serta laporkan
perubahan apa pun.
4. Dengan
TEST LAKMUS ( test nitrazin). Jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukan adanya adanya cairan ketuban (alkalis), darah dan infeksi vagina
dapat menghasilkan test yang positif palsu. Test paklis, dengan meneteskan
cairan ketuban pada obyek gelas dan biarkan kering. Pemeriksaan mikroskopis
menunjukan Kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis.
5. waspada
adanya takikardia janin yang merupakan salah satu tanda infeksi
C.
Penatalaksanaan
persalianan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah.
1. Persalinan
spontan
b. Ukur
suhu tubuh pasien 2 jam, berikan antibiotic bila ada demam
c. Anjurkan
pemantauan janin internal
d. Beritahu
dokter spesialis obstetri dan spesialis anak atu praktisi perawat neonates
e. Lakukan
kultur sesuai panduan
2. Induksi
persalinan
a. Lakukan
secara rutin sesetelah konsultasi dengan dokter
b. Ukur
suhu tubuh 2 jam
c. Antibiotic:
pemberian antibiotic memiliki beragam panduan banyak, yang memberikan 1-2g
ampisilin per IV atau 1-2g mefoxin per IV setiap 6 jam sebagai profilaksis.
Beberapa panduan lainnya menyarankan untuk mengukur suhu tubuh ibu dan DJJ
untuk menetukan kapan antibiotic mungkin diperlukan
2.2 AMNIOTIS
2.2.1
Definisi
Koriaoamnionitis
disertai dengan angka morbiditas dan mortalitas janin yang tinggi, keadaan ini
merupakan komplikasi yang serius pada kehamilan trimester ketiga, keadaan ini
biasanya didahului oleh pecahnya selaput amnion sebelum waktunya atau
persalinan lama dan sulit, tetapi juga dapat dapat terjadi karena infeksi
asendens walaupun selaput amnion utuh. Sepsis maternal yang serius dapat
terjadi dapat septicemia. Diagnosis dini pemeriksaan yang menyeluruh dan
pengobatan adalah penting.
2.2.2
Data Subjektif
a. Demam
b. Mengigil
( kedinginan)
c. Secret
vagina yang berbau juga sering ditemui
d. Nyeri
uterus
2.2.3
Data Objektif
1. Pemeriksaan
Umum : suhu dan nadi cenderung meningkat
2. Pemeriksaan
abdomen : Uterus bisa nyeri tekan dan tegang pada palpasi. Takikardia janin
persisten bisa menunjukan infeksi amnion atau respon janin terhadap demam ibu.
3. Pemeriksaan
Pelvis : Pemeriksaan speculum daoat
memperlihatkan cairan amnion berbau busuk.
2.2.4
Penatalaksanaan
a. Pemberian
obat tokolitik untuk menunda persalinan dan kortikosteroid untuk mempercepat
pematangan paru-paru adalah di kontraindikasikan pada amnionitis. Diagnosa yang
sudah dapat ditegakan, selanjutnya dapat dilakukan kultur yang sesuai dan
berikan antibiotika dengan spektrum luas. Jika persalinan pervaginam
diperkirakan segera terjadi dan persalinan dapat diselamatkan berdasarkan usia
kehamilan, pertimbangkan untuk membawa ibu kepusat pelayanan kesehatan tersier
untuk menjamin tersedianya saran perawatan intensif untuk neonatus.
b. Pada
persalinan dengan korioamnionitis sering kali terjadi disfungsional kerena
menurunnya kontraktilitas rahim. Induksi persalinan atau memperkuat persalinan
memerlukan dosis oksitosin yang lebih tinggi dan memerlukan monitoring denyut
jantung janin dalm menilai ada tidaknya variabilitas beat to beat dan takikardia
janin, yang biasanya mencerminkan demam maternal dan mengakibatkan terjadinya
hipoksia.
2.3
EMBOLI AIR KETUBAN
2.3.1
DEFINISI
Emboli
cairan ketuban adalah penyumbatan areteri pulmoner (arteri paru-paru) ibu oleh
cairan ketuban. Suatu emboli adalah suatu masa dari bahan asing yang terdapat
dipembulu darah. meskipun sangat jarang terjadi, emboli bisa terbentuk dari
cairan ketuban. Emboli ini sampai ke paru-paru ibu dan menyumbat arteri,
penyumbatan ini disebut emboli pulmoner. Emboli air ketuban merupakan masuknya
cairan ketuban dan komponen – komponennya kedalam sirkulasi darah ibu. Komponen
tersebut berupa unsure-unsur yang ada dalam air ketuban, misalnya lapisan kulit
janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin atau cairan
kental. Emboli air ketuban umumnya terjadi pada kasus aborsi, terutama jika
dilakukan setelah usia kehamilan 12 minggu.
Emboli
air ketuban merupakan kasus yang berbahaya yang dapat membawa pada kematian.
Bagi yang selamat, dapat terjadi efek samping seperti gangguan saraf.
2.3.2
EPIDEMIOLOGI
Emboli
air ketuban adalah salah satu kondisi paling katastropik yang dapat terjadi
dalam kehamilan. Kondisi ini amat jarang 1: 8000 – 1: 30.000 dan sampai saat
ini murtalitas maternal dalam waktu 30 menit mencapai angka 85 %. Meskipun
telah di adakan perbaikan sarana ICU dan pemahaman mengenai hal-hal yang dapat
menurunkan murtalitas, kejadian ini masih tetap merupakan penyebab kematian
ke III di Negara berkembang.
2.3.3
ETIOLOGI
Patofisiologi belum
jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan penghalang
fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan amion memasuki sirkulasi
maternal yang selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan :
a.
Kegagalan perfusi
secara massif
b.
Bronchospeasme
c.
Renjatan
d.
Akhir-akhir ini di duga
bahwa terjadi suatu peristiwa syok anavilaktik akibat adanya antigen janin yang
masuk ke dalam sirkulasi ibu dan menyebabkan timbulnya berbagai manivestasi
klinik.
2.3.4
FAKTOR RESIKO
Emboli
air ketuban dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan namun sebagian besar
terjadi pada saat in partu ( 70%), pasca persalinan (11%), dan setelah section
Caesar (19%)
Faktor
resiko :
1. Multipara
2. Solusio
plasenta
3. IUFD
4. Partus
presipitatus
5. Suction
curettahge
6. Terminasi
kehamilan
7. Trauma
abdomen
8. Persi
luar
9. Aniosntesis
2.3.5
GAMBARAN KLINIK
Gambaran
klinik umumnya terjadi secara mendadak dan diagnose emboli air ketuban harus
pertama kali dipikirkan pada pasien hamil yang tiba-tiba mengalami polaps.
Pasien dapat memperlihatkan beberapa gejala dan tanda yang berfariasi, namun
umumnya gejala dan tanda yang terlihat adalah segera setelah persalinan
berakhir atau menjelang akhir persalinan, pasien batuk-batuk, sesak,
terengah-engah, dan kadang “cardiac arrest”
2.3.6
DIAGNOSIS
Diagnose
pasti dibuat postmortem dan di jumpai adanya epitel skaumosa janin dalam
vaskularisasi paru. Konfirmasi pada pasien yang berhasil selamat adalah dengan
adanya epitel skaumosa dalam bronkus atau stempel darah yang berasal dari
ventrikel kanan pada situasi akut tidak ada temuan klinis atau laboratories
untuk menegakan atau menyingkirkan diagnosa emboli air ketuban, diagnose adalah
secara klinis dan pereksklusionum.
2.3.7
PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan
primer bersifat sportif dan diberikan secara agresif.
b. Terapi
awal adalaah memperbaiki cardiac output dan mengatasi DIC.
c. Bila
anak belum lahir lakukan ceksio cesar dengan catatan dilakukan setelah keadaan
umum ibu stabil.
d. X
ray torak memperlihatkan adanya udema paru dan bertambahnya ukuran atrium kanan
dan ventrikel kanan.
e. Laboratorium
: asidosis metabolic (penurunan Pa02 dan PaCO2).
f. Terapi
tambahan :
1. Resusitasi
cairan
2. Infuse
dopanin untuk memperbaiki cardiac output
3. Adrenalin
untuk mengatasi anavilaksis
4. Terapi
DIC dengan fresh frozen plasma
5. Terapi
perdarahan pasca prsalinan dengan oksitosin.
6. Segera
rawat ke ICU.
2.4
PERSALINAN LAMA
2.4.1
Masalah
a. Fase
laten lebih dari 8 jam.
b. Persalinan
telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi (persalinan lama)
c. Dilatasi
serviks dikanan garis waspada pada patograf.
2.4.2
Diagnosis
1. Faktor-faktor
penyebab persalinan lama :
a. His
tidak efisien/adekuat
b. Faktor
janin
c. Faktor
jalan lahir.
2.4.3
Diagnosis persalinan
lama
Tanda
dan gejala
|
Diagnosis
|
Servis
tidak membuka
Tidak
didapatkan his/his tidak teratur
|
Belum
in fartu
|
Pembukaan
serviks tidak melewati 4 cm sesudah 8
jam in partu dengan his yang teratur
|
Fase
laten memanjang
|
Pembukaan
serviks melewati kanan garis waspada fartograf
·
Frekuensi his kurang
dari 3 his per 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik
·
Pembukaan serviks dan
turunnya bagian janin yang diresentasi tidak maju, sedangkan his baik.
·
Pembukaan serviks dan
turunnya bagian janin yang dipresentasi tidak maju dengan kaput, terdapat
moutase hebat, edema serviks , tanda ruptura uteri imminens , gawat janin.
·
Kelainan presentasi
(selain verteks dengan oksiput anterior
|
Fase
aktif memanjang
·
Intarsia uteri
·
Disproporsi
sefalopelvik
·
Obstruksi kepala
·
Malpresentasi atau
malposisi
|
Pembukaan
serviks lengkap ,ibu ingin mengedan ,tetapi tak ada kemajuan penurunan
|
Kala
II lama
|
2.4.4
Penanganan Umum
a. Nilai
dengan secara keadaan umum ibu hamil dan janin ( termasuk tanda vital dan
tingkat dehidrasinya).
b. Kaji
kembali patograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan.
-
Nilai frekuensi dan
lamanya his
c. Perbaiki
keadaan umum dengan :
-
Dukungan emosi, perubahan
posisi ( sesuai dengan persalinan normal)
-
Periksa keton dalam
urin dan berikan cairan, baik oral maupun parenteral, dan upayakan buang air
kecil ( katerisasi hanya bila perlu)
d. Berikan
anelgesi : tramadol atau petidin 25 mg I.M (maksimum 1mg/kgBB) atau morfin 10
mg I.M jika pasien merasakan nyeri yang
sangat.
2.4.5
Penanganan Khusus
1. Fase
laten memanjang (prolonged latent phase)
Diagnosis fase
laten memanjang dibuat secara retrosfektif. Jika his berhenti , pasien disebut
belum in partu atau persalinan palsu. Jika his makin teratur dan pembukaan
bertambah lebih dari 4 cm , pasien masuk dalam fase laten .
Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda tanda
kemajuan, lakukan penilaian ulang terhadap serviks :
a. Jika
tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak ada gawat
janin, mungkin pasien belum in partu .
b. Jika
ada kemajuan dalam pendaftaran dan pembukaan serviks, lakukan amniotomi dan
induksi persalianan dengan oksitosin atau prostaglandin :
-
Lakukan penilaian ulang
setiap 4 jam.
-
Jika pasien tidak masuk
fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin selama 8 jam , lakukan seksio
sesarea.
c. Jika
di dapatkan tanda tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau)
-
Lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin
-
Berikan antibiotoka
kombinasi sampai persalianan :
·
Ampisilin 2 g I.V
setiap 6 jam.
·
Ditambah gentamisin 5
mg /kgBB I.V setiap 24 jam;
·
Jika terjadi persalinan
pervaginam stop antibiotika pascapersalinan.
·
Jika dilakukan seksio
sesarea , lanjutkan antibiotika ditambah
metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam sampai ibu bebas demam selama 48 jam.
2.4.6
Fase aktif memanjang
a. Jika
tidak ada tanda tanda disproporsi sefalopelvik atau obstruksi dan ketuban masih
utuh, pecahkan ketuban.
b. Nilai
his :
-
Jika tidak adekuat
(kurang dari 3 his dalam 10 menit dan lamanya kurang dairi 40 detik) pertimbangkan
adanya inersia uteri.
-
Jika his adekuat (3
kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik ) pertimbangkan adanya
disproporsi,obstruksi malposisi atau malpresentasi.
c. Lakukan
penanganan umum yang akan memperbaiki his dan mempercepat kemajuan persalinan .
1. Disproporsi
sefalopelvik
Disproporsi
sefalopelvik terjadi karena janin terlalu besar atau punggung ibu kecil,
sehingga persalinan macet. Penilaian ukuran panggul yang baik adalah dengan
melakukan partus percobaan (trial of laboar) kegunaan pelvimetri klinis
terbatas .
-
Jika diagnosis
disproporsi , lakukan seksio sesarea.
2. Obstruksi
(partus macet )
a. Jika
bayi hidup dan embukaan serviks sudah lengkap dan penurunan kepala 1/5 lakukan
ekstraksi vakum.
b. Jika
bayi hidup dengan pembukaan serviks sudah lengkap atau kepala bayi masih
terlalu tinggi untuk ekstraksi vakum, lakukan seksio sesarea .
c. Jika
bayi mati , lahirkan dengan kraniotomi /embriotomi.
3. His
tidak adekuat (inersia uteri )
Jika his tidak
adekuat sedangkan diproporsi dan obstruksi dapat disingkirkan , kemungkinan
penyebap persalianan lama adalah inersia uteri.
a. Pecahkan
ketuban dan lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin
b. Evaluasi
kemajuan persalinan dengan pemeriksaan vagina 2 jam setelah his adekuat :
-
Jika tidak ada kemajuan
, lakukan seksio sesarea
-
Jika ada kemajuan
lanjutkan infuse oksitosin dan evaluasi setiap 2 jam.
2.4.7
Kala 2 memanjang
(prolonged expulsive phase )
Upaya mengedan
ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah oksigen ke plasenta .
diamjurkan mengedan secara spontan (mengedan dan menahan nafas terlalu lama
tidak dianjurkan ).
a. Jika
malpresentasi dan tanda tanda okstruksi bisa disingkirkan , berikan infuse
oksitosin.
b. Jika
tidak ada kemajuan penurunan kepala :
-
Jika kepala tidak lebih
dari 1/5 diatas simpisis pubis , atau bagian tulang kepada di stasiun (0),
lakukan ektraksi vakum atau kunan.
-
Jika kepala diantara
1/5-3/5 diatas simpisis pubis , atau kunan diantara stasiun (0) –(-2) , lakukan
ekstraksi vakum.
-
Jika kepala lebih dari
3/5 diatas simpisis pubis , atau bagian tulang kepala diatas stasion (-2),
lakukan seksio sesare.
BAB
III
TINJAUAN
KASUS
ASUHAN
KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN KETUBAN PECAH DINI
NY.H
USIA 25 TAHUN G1P0A0
DI
RB BIDAN MUSTIKA
No
registrasi :
055.01.01.13
Tanggal
pengkajian : 05 maret 2015
Tempat : Rumah bidan
Mustika
1.
Pengumpulan Data
(subjektif)
Pada
tanggal : 05 maret 2015 pukul
: 09.45 WIB
a. Identitas
Nama
: Ny H Nama :
Tn A
Umur
: 25 tahun umur : 27 tahun
Agama
: islam Agama :
islam
Suku/bangsa : jawa/Indonesia suku/bangsa : jawa/indonesia
Pendidikan :sma pendidikan
:
sma
Pekerjaan : IRT
pekerjaan : IRT
Alamat : karawaci, Tangerang Alamat : karawaci, Tangerang
2.
Anamnesa
( Data Subjektif)
Pada
tanggal 05 maret 2015 pukul :10.00 wib
Ibu mengatakan ingin
memeriksakan kehamilannya, Ibu mengatakan ini
adalah kehamilan yang pertama, belum pernah melahirkan dan pernah keguguran, ibu
mengatakan keluar cairan dari jalan
lahir berbau amis , punggung terasa pegel pegel, Ibu mengatakan ini perkawinan pertama dengan status sah. Tidak ada
kebiasaan seperti merokok, konsumsi
alkohol dan napza. Ibu mengatakan keluarga dan suami sangat mendukung dengan
kehamilan ini, imunisasi TT1(sebelum hamil) TT2 (usia kehamilan 14 minggu(, ibu
mengatakan hubungan seks dalam kehamilan 1 kali dalam satu minggu. Ibu
mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga seperti: hipertensi,Diabetes
mellitus, keturunan kembar, sickle cell disease, alergi, epilepsi, penyakit
jantung, kelainan mental, kelainan kongenital.Ibu mengatakan tidak ada riwayat
penyakit seperti : hipertensi, diabetes mellitus, sickle cell disease, riwayat
alergi, penyakit jantung, obat-obatan, psycosa postpartum, asma, batuk
berkepanjangan, penyakit ginjal.
Ibu mengatakan tidak ada
riwayat penyakit menular seksual seperti : sexual Transmited Infection (STI),
AIDS, pengeluaran vagina abnormal, luka/bengkak pada vagina, rasa nyeri saat
berkemih diare yang berkepanjangan. Tidak ada riwayat operasi dan tidak ada
riwayat ginekologi seperti : Salpingektomy, infertilitas, kehamilan ektopik,
operasi pada vagina, pelvic/uterus. Ibu mengatakan ini kehamilan pertama, belum
pernah melahirkan dan belum pernah keguguran. Ibu mengatakan menstruasi pertama
kali pada usia 13 tahun, teratur, lamanya 6-7 hari, 3 kali ganti pembalut dan
tidak ada dismenorhea. Ibu mengatakan HPHT : 21-07-2014 Tp: 28-04-2015.
Pola makan : ibu
mengatakan makanan yang dikonsumsi sehari-hari yaitu nasi,sayur-sayuran, ikan,
telur, buah-buahan, frekuensi makan 3 kali sehari dan tidak ada keluhan seperti
kelelahan, sakit kepala, letih, lesu, sakit gigi, kehilangan selera makan, mual
muntah.
3. Data Objektif
Tanggal 05 Maret 2015 Pukul :
10.10 WIB
Keadaan umum kurang baik, keadaan emosional stabil,
kesadaran composmentis, TD 120/70 mmHg, Nadi 88 x/menit, Rr 20x/menit, Suhu 37°
C. Kepala tampak bersih tidak ada alopesia, tidak rontok. Wajah ada odema dan
tidak ada cloasma. Mulut tampak bersih tidak pecah-pecah pada bibir, lidah
tidak tampak pucat dan tidak ada karies pada gigi. Pada leher tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Pada
payudara bentuknya simetris kiri dan kanan, besar masing-masing payudara
seimbang, terdapat hiperpigmentasi pada aerola, puting susu menonjol dan
kondisi kulit lembut tidak ada kemerahan.
Ekstremitas atas tidak ada nyeri genggam, tidak ada
oedema dan yidak pucat pada telapak tangan. Ekstremitas bawah tidak ada oedema,
tidak ada varises refleks patella (+) pada kaki kiri dan kanan.
Pada abdomen tidak ada bekas luka operasi, bentuknya
bulat, terdapat linea nigra, TFU 30 cm, hasil palpasi Leopold I pada fundus ibu
teraba bulat, lunak dan tidak melenting (bokong). Leopold II pada bagian kiri
perut ibu teraba panjang, memapan, dan keras (punggung), pada bagian kanan
perut ibu teraba bagian-bagian terkecil janin (ekstremitas). Leopold III pada
bagian bawah perut ibu teraba bulat, keras dan melenting (kepala) masih bisa
digoyangkan, belum masuk PAP. DJJ 142x/menit, teratur, punctum maksimum
kuadrann kiri bawah perut ibu. Cairan ketuban merembes ,warna jernih ,bau amis
khas cairan ketuban, portio tebal , lunak,pembukaan 2,teraba presentasi kepala.
4.
ASESSMENT
Pada
tanggal 05 maret 2015 pukul
: 10.20 WIB
Diagnosa :
Ny
R G1PoAo usia 25 tahun ,hamil 35 minggu , janin tunggal hidup intrauterine,
letak memanjang, fleksi, presentasi kepala, punggung kiri inpartu kala 1, fase aktif
dengan ketuban pecah dini.
5.
PLANNING OF ACTION
Tanggal 05 Maret 2015 Pukul :
10.20 WIB
1.
Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu agar ibu mengetahui
keadaannya saat ini yaitu TD 120/700 mmHg, N 88x/menit, Rr 20x/menit, Suhu 37°
C, DJJ 138x/menit, protein urin (-), air ketuban sudah pecah, pembukaan 2
cm,janin berada dalam kondisi baik. Ibu telah mengetahui kondisinya saat ini
2.
Mengimformasikan ibu tentang rasa kenceng kenceng dan pegal yang
dirasakan agar ibu mengetahui kondisinya saat ini ibu rasa kenceng kenceng dan
pegel adalah hal yang wajar karena proses mendesaknya bagian terbawah janin.ibu
sudah mengerti tentang kondisinya
3.
Menginformasikan pada keluarga dan suami akan tindakan yang dilakukan
agar suami dan keluarga mengetahui tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga
kesehatan yaitu kolaborasi dengan Dr. SpOG advis, keluarga dan suami telah
mengerti dengan tindakan perujukan yang akan dilakukan oleh petugas kesehatan
4.
Memberitahukan keluarga dan suami tentang perujukan agar keluarga dan
suami mengetahuinya yaitu keluarga atau suami menandatangi surat persetujuan
akan dilakukan tindakan perujukan , suami dan keluarga telah setuju dan menandatangani
surat persetujuan
5.
Memberi motivasi kepada ibu agar mengurangi rasa cemas ibu yaitu memberikan
kata kata penyemangat ,memuji ibu dan menyakinkan ibu bahwa kondisi ibu dan
janin dalam kondisi baik, ibu telah diberikan dukungan moril
6.
Meminta kepada suami dan keluarga untuk tetap menunggu ibunya agar ibu
merasa diperhatikan,yaitu keluarga dan suami menemani dan memberi dukungan, ibu
dan keluarga menunggu ibu
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai
proses asuhan pada ibu hamil Ny R atas ketuban pecah dengan tindakan kolaborasi
menggunakan pendekatan managemen kebidanan menurut varney yang terdiri dari 7
langkah ,mulai dari pengkajian sampai evaluasi dengan ada tidaknya kesenjangan
antara teori dan praktek yang penulis alami di lapangan.
1. Pengkajian
Dalam
langkah ini tahap pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,observasi, dan
studi dokumentasi,untuk data penunjang dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Pada data subjektif ny R mengetahui ini kehamilan yang pertama, umur kehamilan 35
minggu ,keluhan pada waktu ibu dirujuk dari bidan karena mengeluarkan air
ketuban .
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu
.sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm diatas 37
minggu,sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Nugroho,2010).
Pada langkah pertama ini tidak menemukan kesenjangan
antara teori dan kasus yang terjadi dilapangan.
2. Interprestasi
data
Data
yang telah dikumpulkan diinterprestasikan menurut diagnose kebidanan masalah
dan kebutuhan. Menurut Wiknjosatro (2008) masalah yang timbul adalah ibu merasa
gelisah ,cemas,karena dari ajlan lahir ibu merembes pengeluaran cairan berwarna
jernih dan berbau amis.
Hal hal yang dibutuhkan klien dan belum
terindefikasi dalam diagnose masalah yang terdapat dengan melakukan analisa
data (Nursalam,2003). Untuk itu beri ibu informasi pada ibu mengenai keadaan
ibu dengan ketuban pecah dini.
Pada kasus ini tidak terjadi kesenjangan anatara teori
dan praktek karena dalam kasus Ny.H muncul perasaan cemas dan dan takut karena
dari jalan lahir terdat cairan merembes yang berwarna jernih dan berbau amis .
Dukungan yang dapat diberikan kepada ny.H yaitu dengan memberikan informasi
tentang ketuban pecah dini.
3. Diagnose
potensial
Diagnose
potensial untuk ketuban pecah dini untuk ibu adalah terjadi infeksi dan partus
lama .
4. Pelaksanaan
Didalam
praktek lapangan melaksanakan asuhan kebidanan sesuai apa yang direncanakan
kepada klien tanpa ada tindakan yang
menyimpang dari rencana yang telah disusun. Jadi pada kasus ini tidak ditemukan
kesenjangan antara teori dan kasus.
5. Keberhasilan
dari evaluasi ini dapat dilihat dari perkembangan kesehatan ibu yang tertulis
dan hasil wawancara pada pasien ,keluarga ,dari hasil asuhan keadaan umum baik,
kesadaran composmentis,
Tanda
tanda vital: TD :120/70mmhg, N:80 x/m, RR: 20 x/m, S:36,5 C.
BAB
V
PENTUP
5.1
KESIMPULAN
Penyulit
dalam persalinan terbagi menjadi beberapa masalah yang sudah di jelaskan
didalam materi yaitu meliputi tentang ketuban pecah dini, amnionitis, emboli
air ketuban dan persalinan lama dimana membahas tentang fase laten memanjang,
fase aktif memanjang dan kala II memanjang,
pengertian Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya
(KPWS) adalah keluarnya cairan dari
jalan lahir / vagina sebelum proses persalinan,
dan setelah ditunggu selama satu
jam belum juga mulai ada tanda-tanda inpartu. Eraly rupture of membrane adalah ketuban yang pecah pada saat
fase laten. Hal ini bisa membahayakan karena dapat terjadi infeksi asenden
intrauterine. Amnionitis disebut juga koriaoamnionitis disertai dengan angka
morbiditas dan mortalitas janin yang tinggi, keadaan ini merupakan komplikasi
yang serius pada kehamilan trimester ketiga, keadaan ini biasanya didahului
oleh pecahnya selaput amnion sebelum waktunya atau persalinan lama dan sulit,
tetapi juga dapat dapat terjadi karena infeksi asendens walaupun selaput amnion
utuh. Emboli air ketuban adalah salah satu kondisi paling katastropik yang
dapat terjadi dalam kehamilan. Kondisi ini amat jarang 1: 8000 – 1: 30.000 dan
sampai saat ini murtalitas maternal dalam waktu 30 menit mencapai angka 85 %.
Pada persalinan lama Fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung
12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi (persalinan lama), dan Dilatasi serviks
dikanan garis waspada pada patograf.
DAFTAR
PUSTAKA
Varney
Helen. 2001, buku saku bidan, Jakarta
: EGC
Morgan
Gery. 2009, obstetric dan ginekologi,
Jakarta : EGC
Saifuddin
Abdul. 2010,panduan praktis pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal, Jakarta
Nugroho
Taufan. 2010,kasus untuk kebidanan dan
keperawatan. Yogya : Nuha medika
Supryadi
teddy. 1994,kedaruratan obstetric dan
ginekologi. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar