.

Cartoon Toad Jumping Up and Down

Rabu, 15 April 2015

Penyulit dalam persalinan



BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Penyulit dalam persalinan meliputi berbagai macam seperti ketuban pecah dini, amnionitis, emboli cairan ketuban dan persalinan lama yaitu fase laten memanjang, fase aktif memanjang, kala II memanjang.
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)  adalah keluarnya cairan dari jalan lahir / vagina sebelum proses persalinan, dan setelah ditunggu selama satu jam belum juga mulai ada tanda-tanda inpartu. Dan pada amnionitis keadaan ini merupakan komplikasi yang serius pada kehamilan trimester ketiga, keadaan ini biasanya didahului oleh pecahnya selaput amnion sebelum waktunya atau persalinan lama dan sulit, tetapi juga dapat dapat terjadi karena infeksi asendens walaupun selaput amnion utuh. Untuk Emboli cairan ketuban adalah penyumbatan areteri pulmoner (arteri paru-paru) ibu oleh cairan ketuban. Suatu emboli adalah suatu masa dari bahan asing yang terdapat dipembulu darah. meskipun sangat jarang terjadi, emboli bisa terbentuk dari cairan ketuban. Emboli ini sampai ke paru-paru ibu dan menyumbat arteri, penyumbatan ini disebut emboli pulmoner. Pada persalinan lama Fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi (persalinan lama), dan Dilatasi serviks dikanan garis waspada pada patograf.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apasih yang dimaksud dengan ketuban pcah dini?
2.      Apa saja tanda gejala ketuban pecah dini?
3.      Apa yang dimaksud dengan amnionitis?
4.      Apa yang dimaksud dengan emboli air ketuban dan bagaimana cara penatalaksanaanya?
5.      Apa itu yang dinamakan dengan persalinan lama?
1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui tentang ketuban pecah dini
2.      Untuk mengetahui tanda gejala ketuban pecah dini
3.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan amnionitis
4.      Untuk mengetahui tentang emboli air ketuban den cara penatalaksanaannya
5.      Untuk mengetahui tentang persalinan lama
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1         PENYULIT DALAM PERSALINAN
2.1.1        Definisi KPD ( KETUBAN PECAH DINI)
Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)  adalah keluarnya cairan dari jalan lahir / vagina sebelum proses persalinan, dan setelah ditunggu selama satu jam belum juga mulai ada tanda-tanda inpartu. Early rupture of membrane adalah ketuban yang pecah pada saat fase laten. Hal ini bisa membahayakan karena dapat terjadi infeksi asenden intrauterine. Penyebabnya adalah ;
o   Multiparitas
o   Hidramnion
o   Kelainan letak: sungsang atau lintang
o   Cephalo pelvic disproportion (CPD)
o   Kehamilan ganda
o   Pendular abdomen (perut gantung)
2.1.2        Tanda gejala
a.       Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
b.      Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti berbau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pusat atau bergaris warna darah.
c.       Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus di produksi sampai kelahiran. Tetapi bila anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.
d.       Demam.
e.       bercak vagina yang banyak.
f.       nyeri perut.
g.      denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda- tanda infeksi yang terjadi.

2.1.3        Etiologi
a.       persalinan premature
b.      korioamnionitis terjadi dua kali sebanyak ketuban pecah dini
c.       malposisi atau malpresentasi janin
d.      factor yang mengakibatkan kerusakan serviks.
1.      Pemakaian  alat-alat pada serviks sebelumnya (aborsi terapeutik, LEEP, dan sebagaainya)
2.      Peningkatan paritas yang memungkinkan kerusakan serviks selama pelahiran sebelumnya.
e.       Riwayat ketuban pecah sebelum waktunya, sebelumnya sebanyak dua kali atau lebih.
f.       Merokok selama kehamilan
g.      Usia ibu yang lebih tua mungkin menyebabkan ketuban kurang kuat daripada ibu muda.
·         Bila ketuban telah pecah.
1.      Anjurkan pasien untuk pergi kerumah sakit atau ke klinik
a.       Bila ibu merasakan ada cairan yang yang keluar melalui liang vaginanya setelah usia kehamilan 22 minggu paling dini 22 minggu, cairan yang keluar seperti pipis yang tidak bisa ditahan, dan terasa hangat. Umumnya tidak berbau, tapi pada beberapa ibu ada yang berbau amis, dan ibu boleh segera datang ke klinik jika cairan ketubannya berwarna kuning atau keruh karena sudah terinfeksi.
b.      cairan ketuban juga bisa merembes atau menetes. Itu terjadi bila selaput ketuban yang pecah ada di bagian atas. Pada kondisi seperti itu, ibu harus lebih waspada. ”Karena cairan yang keluar tidak banyak, ibu tidak tahu kalau itu sebenarnya cairan ketuban. Celana dalam yang lembab dikira disebabkan oleh lendir dari vagina atau keputihan, jadi bisan mengingatkan agar ibu waspada bila celana dalam selalu basah hingga harus ganti 5-10 kali dalam sehari. Sebab, cairan ketuban yang merembes menunjukkan kalau terjadi infeksi. Bila tidak segera diatasi, bakteri bisa menginfeksi janin, sehingga bisa berdampak buruk.
2.      Catat terjadinya ketuban pecah
a.       Lakukan pengkajian secara seksama. Upayakan mengetahui wktu terjadinya pecah ketuban.
b.      Bila robekan ketuban tampak kasar :
1)      Saat pasien berbaring terlentang, tekan fundus untuk melihat adanya semburan cairan pada vagina.
2)      Basahi kapas apusan dengan cairan dan lakukan pulasan pada slide untuk mengkaji ferning dibawah miksroskop.
3)      Sebagian cairan diusap ke kertas nitrazene. Bila positive, pertimbangkan uji diagnostic bila pasien sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual, tidak ada peerdarahan, dan tidak dilakukan pemeriksaan pervagina menggunakan  jelly K-Y
c.         Bila pecah ketuban dan/atau tanda kemungkinan infeksi tidak jelas, lakukan pemeriksaan speculum steril.
1)      Kaji nilai bishop serviks
2)      Lakukan kultur serviks hanya bila ada tanda infeksi
3)      Dapatkan specimen cairan lain dengan lidi kapas steril yang dipulaskan pada slide untuk mengkaji ferning dibawah mikroskop.
d.      Bila usia gestasi kurang dari 37 minggu atau pasien terjangkit herpes tipe 2, rujuk kedokter.
A.           Jenis KPD
a.       KPD saat preterm ( < 37 minggu) insidensi 2-4 % dari kehamilan tunggal dan 7-10% dari kehamilan kembar. KPD < 32 minggu tatalaksana mencakup obat antibiotic untuk kultur servikologiral (+), pembatasan aktivitas , pemantauan infeksi, pemeriksaan janin secara regular, pemeriksaan ultrasonografi (USG) secara teratur 3-4 minggu, tes lakmus (test nitrasin) lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya cairan ketuban (alkalis). KPD 32-34 minggu tatalaksana observasi mencakup pemberian antibiotic untuk memperpanjang masa laten pengobatan kortikosteroid antenatal. KPD > 34 minggu : penentuan pematangan paru paru janin.
b.      KPD saat aterm ( > 37 minggu) insidensi 8-10% dari kehamilan cukup bulan. Terlaksana KPD atrem tidak ada kontraindikasi terhadap tatalksan observasi seperti gawat janin, pendarahan pervagina tanpa diketahui penyebabnya , proses melahirkan aktif, koriamnionitis. Segera induksi atau dengan pematangan serviks.
B.            Penatalaksanaan
1.      Kebanyakan persalinan dimulai dalam 24-72 jam setelah ketuban pecah
2.      Kemungkinan infeksi berkurang bila tidak ada alat yang dimasukan ke vagina, kecuali speculum steril, jangan melakukan pemeriksaan vagina
3.      Saat menunggu, tetap pantau pasien dengan ketat
a.       Ukur suhu tubuh empat kali: bila suhu meningkat secara signifikasi, dan atau mencapai 38oc,, berikan 2 macam antibiotic dan pelahiran harus diselesaikan.
b.      Observasi rabas vagina: bau menyengat, purulent atau tampak kekuningan menunjukkan adanya infeksi.
c.       Catat bila ada nyeri tekan dan iritabiltas uterus serta laporkan serta laporkan perubahan apa pun.
4.      Dengan TEST LAKMUS ( test nitrazin). Jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya adanya cairan ketuban (alkalis), darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan test yang positif palsu. Test paklis, dengan meneteskan cairan ketuban pada obyek gelas dan biarkan kering. Pemeriksaan mikroskopis menunjukan Kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis.
5.      waspada adanya takikardia janin yang merupakan salah satu tanda infeksi
C.           Penatalaksanaan persalianan lebih dari 24 jam setelah ketuban pecah.
1.      Persalinan spontan
b.      Ukur suhu tubuh pasien 2 jam, berikan antibiotic bila ada demam
c.       Anjurkan pemantauan janin internal
d.      Beritahu dokter spesialis obstetri dan spesialis anak atu praktisi perawat neonates
e.       Lakukan kultur sesuai panduan
2.      Induksi persalinan
a.       Lakukan secara rutin sesetelah konsultasi dengan dokter
b.      Ukur suhu tubuh 2 jam
c.       Antibiotic: pemberian antibiotic memiliki beragam panduan banyak, yang memberikan 1-2g ampisilin per IV atau 1-2g mefoxin per IV setiap 6 jam sebagai profilaksis. Beberapa panduan lainnya menyarankan untuk mengukur suhu tubuh ibu dan DJJ untuk menetukan kapan antibiotic mungkin diperlukan
2.2       AMNIOTIS
2.2.1        Definisi
Koriaoamnionitis disertai dengan angka morbiditas dan mortalitas janin yang tinggi, keadaan ini merupakan komplikasi yang serius pada kehamilan trimester ketiga, keadaan ini biasanya didahului oleh pecahnya selaput amnion sebelum waktunya atau persalinan lama dan sulit, tetapi juga dapat dapat terjadi karena infeksi asendens walaupun selaput amnion utuh. Sepsis maternal yang serius dapat terjadi dapat septicemia. Diagnosis dini pemeriksaan yang menyeluruh dan pengobatan adalah penting.
2.2.2        Data Subjektif
a.       Demam
b.      Mengigil ( kedinginan)
c.       Secret vagina yang berbau juga sering ditemui
d.      Nyeri uterus
2.2.3        Data Objektif
1.      Pemeriksaan Umum : suhu dan nadi cenderung meningkat
2.      Pemeriksaan abdomen : Uterus bisa nyeri tekan dan tegang pada palpasi. Takikardia janin persisten bisa menunjukan infeksi amnion atau respon janin terhadap demam ibu.
3.      Pemeriksaan Pelvis : Pemeriksaan speculum daoat memperlihatkan cairan amnion berbau busuk.
2.2.4        Penatalaksanaan
a.       Pemberian obat tokolitik untuk menunda persalinan dan kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru-paru adalah di kontraindikasikan pada amnionitis. Diagnosa yang sudah dapat ditegakan, selanjutnya dapat dilakukan kultur yang sesuai dan berikan antibiotika dengan spektrum luas. Jika persalinan pervaginam diperkirakan segera terjadi dan persalinan dapat diselamatkan berdasarkan usia kehamilan, pertimbangkan untuk membawa ibu kepusat pelayanan kesehatan tersier untuk menjamin tersedianya saran perawatan intensif untuk neonatus.
b.      Pada persalinan dengan korioamnionitis sering kali terjadi disfungsional kerena menurunnya kontraktilitas rahim. Induksi persalinan atau memperkuat persalinan memerlukan dosis oksitosin yang lebih tinggi dan memerlukan monitoring denyut jantung janin dalm menilai ada tidaknya variabilitas beat to beat dan takikardia janin, yang biasanya mencerminkan demam maternal dan mengakibatkan terjadinya hipoksia.

2.3         EMBOLI AIR KETUBAN
2.3.1        DEFINISI
            Emboli cairan ketuban adalah penyumbatan areteri pulmoner (arteri paru-paru) ibu oleh cairan ketuban. Suatu emboli adalah suatu masa dari bahan asing yang terdapat dipembulu darah. meskipun sangat jarang terjadi, emboli bisa terbentuk dari cairan ketuban. Emboli ini sampai ke paru-paru ibu dan menyumbat arteri, penyumbatan ini disebut emboli pulmoner. Emboli air ketuban merupakan masuknya cairan ketuban dan komponen – komponennya kedalam sirkulasi darah ibu. Komponen tersebut berupa unsure-unsur yang ada dalam air ketuban, misalnya lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin atau cairan kental. Emboli air ketuban umumnya terjadi pada kasus aborsi, terutama jika dilakukan setelah usia kehamilan 12 minggu.
            Emboli air ketuban merupakan kasus yang berbahaya yang dapat membawa pada kematian. Bagi yang selamat, dapat terjadi efek samping seperti gangguan saraf.

2.3.2        EPIDEMIOLOGI
           Emboli air ketuban adalah salah satu kondisi paling katastropik yang dapat terjadi dalam kehamilan. Kondisi ini amat jarang 1: 8000 – 1: 30.000 dan sampai saat ini murtalitas maternal dalam waktu 30 menit mencapai angka 85 %. Meskipun telah di adakan perbaikan sarana ICU dan pemahaman mengenai hal-hal yang dapat menurunkan murtalitas, kejadian ini masih tetap merupakan penyebab kematian ke  III di Negara berkembang.

2.3.3        ETIOLOGI
Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan amion memasuki sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan :
a.         Kegagalan perfusi secara massif
b.        Bronchospeasme
c.         Renjatan
d.        Akhir-akhir ini di duga bahwa terjadi suatu peristiwa syok anavilaktik akibat adanya antigen janin yang masuk ke dalam sirkulasi ibu dan menyebabkan timbulnya berbagai manivestasi klinik.

2.3.4        FAKTOR RESIKO
                         Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan namun sebagian besar terjadi pada saat in partu ( 70%), pasca persalinan (11%), dan setelah section Caesar (19%)
Faktor resiko :
1.      Multipara
2.      Solusio plasenta
3.      IUFD
4.      Partus presipitatus
5.      Suction curettahge
6.      Terminasi kehamilan
7.      Trauma abdomen
8.      Persi luar
9.      Aniosntesis
2.3.5        GAMBARAN KLINIK
                         Gambaran klinik umumnya terjadi secara mendadak dan diagnose emboli air ketuban harus pertama kali dipikirkan pada pasien hamil yang tiba-tiba mengalami polaps. Pasien dapat memperlihatkan beberapa gejala dan tanda yang berfariasi, namun umumnya gejala dan tanda yang terlihat adalah segera setelah persalinan berakhir atau menjelang akhir persalinan, pasien batuk-batuk, sesak, terengah-engah, dan kadang “cardiac arrest”
2.3.6        DIAGNOSIS
                         Diagnose pasti dibuat postmortem dan di jumpai adanya epitel skaumosa janin dalam vaskularisasi paru. Konfirmasi pada pasien yang berhasil selamat adalah dengan adanya epitel skaumosa dalam bronkus atau stempel darah yang berasal dari ventrikel kanan pada situasi akut tidak ada temuan klinis atau laboratories untuk menegakan atau menyingkirkan diagnosa emboli air ketuban, diagnose adalah secara klinis dan pereksklusionum.
2.3.7        PENATALAKSANAAN
a.       Penatalaksanaan primer bersifat sportif dan diberikan secara agresif.
b.      Terapi awal adalaah memperbaiki cardiac output dan mengatasi DIC.
c.       Bila anak belum lahir lakukan ceksio cesar dengan catatan dilakukan setelah keadaan umum ibu stabil.
d.      X ray torak memperlihatkan adanya udema paru dan bertambahnya ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan.
e.       Laboratorium : asidosis metabolic (penurunan Pa02 dan PaCO2).
f.       Terapi tambahan :
1.      Resusitasi cairan
2.      Infuse dopanin untuk memperbaiki cardiac output
3.      Adrenalin untuk mengatasi anavilaksis
4.      Terapi DIC dengan fresh frozen plasma
5.      Terapi perdarahan pasca prsalinan dengan oksitosin.
6.      Segera rawat ke ICU.
2.4          PERSALINAN LAMA
2.4.1         Masalah
a.       Fase laten lebih dari 8 jam.
b.      Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi (persalinan lama)
c.       Dilatasi serviks dikanan garis waspada pada patograf.

2.4.2        Diagnosis
1.      Faktor-faktor penyebab persalinan lama :
a.       His tidak efisien/adekuat
b.      Faktor janin
c.       Faktor jalan lahir.


2.4.3        Diagnosis persalinan lama
Tanda dan gejala
Diagnosis
Servis tidak membuka
Tidak didapatkan his/his tidak teratur
Belum in fartu
Pembukaan serviks tidak melewati  4 cm sesudah 8 jam in partu dengan his yang teratur
Fase laten memanjang
Pembukaan serviks melewati kanan garis waspada fartograf
·         Frekuensi his kurang dari 3 his per 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik
·         Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin yang diresentasi tidak maju, sedangkan his baik.
·         Pembukaan serviks dan turunnya bagian janin yang dipresentasi tidak maju dengan kaput, terdapat moutase hebat, edema serviks , tanda ruptura uteri imminens , gawat janin.
·         Kelainan presentasi (selain verteks dengan oksiput anterior

Fase aktif memanjang

·         Intarsia uteri

·         Disproporsi sefalopelvik

·         Obstruksi kepala




·         Malpresentasi atau malposisi
Pembukaan serviks lengkap ,ibu ingin mengedan ,tetapi tak ada kemajuan penurunan
Kala II lama




















2.4.4        Penanganan Umum
a.       Nilai dengan secara keadaan umum ibu hamil dan janin ( termasuk tanda vital dan tingkat dehidrasinya).
b.      Kaji kembali patograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan.
-          Nilai frekuensi dan lamanya his
c.       Perbaiki keadaan umum dengan :
-          Dukungan emosi, perubahan posisi ( sesuai dengan persalinan normal)
-          Periksa keton dalam urin dan berikan cairan, baik oral maupun parenteral, dan upayakan buang air kecil ( katerisasi hanya bila perlu)
d.      Berikan anelgesi : tramadol atau petidin 25 mg I.M (maksimum 1mg/kgBB) atau morfin 10 mg I.M  jika pasien merasakan nyeri yang sangat.
2.4.5        Penanganan Khusus
1.      Fase laten memanjang (prolonged latent phase)
Diagnosis fase laten memanjang dibuat secara retrosfektif. Jika his berhenti , pasien disebut belum in partu atau persalinan palsu. Jika his makin teratur dan pembukaan bertambah lebih dari 4 cm , pasien masuk dalam fase laten .
Jika fase laten  lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda tanda kemajuan, lakukan penilaian ulang terhadap serviks :
a.       Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks dan tidak ada gawat janin, mungkin pasien belum in partu .
b.      Jika ada kemajuan dalam pendaftaran dan pembukaan serviks, lakukan amniotomi dan induksi persalianan dengan oksitosin atau prostaglandin :
-          Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam.
-          Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin selama 8 jam , lakukan seksio sesarea.
c.       Jika di dapatkan tanda tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau)
-          Lakukan akselerasi  persalinan dengan oksitosin
-          Berikan antibiotoka kombinasi sampai persalianan :
·         Ampisilin 2 g I.V setiap 6 jam.
·         Ditambah gentamisin 5 mg /kgBB I.V setiap 24 jam;
·         Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pascapersalinan.
·         Jika dilakukan seksio sesarea , lanjutkan antibiotika  ditambah metronidazol 500 mg I.V. setiap 8 jam sampai ibu bebas demam selama 48 jam.
2.4.6         Fase aktif memanjang
a.       Jika tidak ada tanda tanda disproporsi sefalopelvik atau obstruksi dan ketuban masih utuh, pecahkan ketuban.
b.      Nilai his :
-          Jika tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit dan lamanya kurang dairi 40 detik) pertimbangkan adanya inersia uteri.
-          Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik ) pertimbangkan adanya disproporsi,obstruksi malposisi atau malpresentasi.
c.       Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki his dan mempercepat kemajuan persalinan .
1.      Disproporsi sefalopelvik
Disproporsi sefalopelvik terjadi karena janin terlalu besar atau punggung ibu kecil, sehingga persalinan macet. Penilaian ukuran panggul yang baik adalah dengan melakukan partus percobaan (trial of laboar) kegunaan pelvimetri klinis terbatas .
-          Jika diagnosis disproporsi , lakukan seksio sesarea.
2.      Obstruksi (partus macet )
a.       Jika bayi hidup dan embukaan serviks sudah lengkap dan penurunan kepala 1/5 lakukan ekstraksi vakum.
b.      Jika bayi hidup dengan pembukaan serviks sudah lengkap atau kepala bayi masih terlalu tinggi untuk ekstraksi vakum, lakukan seksio sesarea .
c.       Jika bayi mati , lahirkan dengan kraniotomi /embriotomi.



3.      His tidak adekuat (inersia uteri )
Jika his tidak adekuat sedangkan diproporsi dan obstruksi dapat disingkirkan , kemungkinan penyebap persalianan lama adalah inersia uteri.
a.       Pecahkan ketuban dan lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin
b.      Evaluasi kemajuan persalinan dengan pemeriksaan vagina 2 jam setelah his adekuat :
-          Jika tidak ada kemajuan , lakukan seksio sesarea
-          Jika ada kemajuan lanjutkan infuse oksitosin dan evaluasi setiap 2 jam.
2.4.7        Kala 2 memanjang (prolonged expulsive phase )
Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah oksigen ke plasenta . diamjurkan mengedan secara spontan (mengedan dan menahan nafas terlalu lama tidak dianjurkan ).
a.       Jika malpresentasi dan tanda tanda okstruksi bisa disingkirkan , berikan infuse oksitosin.
b.      Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala :
-          Jika kepala tidak lebih dari 1/5 diatas simpisis pubis , atau bagian tulang kepada di stasiun (0), lakukan ektraksi vakum atau kunan.
-          Jika kepala diantara 1/5-3/5 diatas simpisis pubis , atau kunan diantara stasiun (0) –(-2) , lakukan ekstraksi vakum.
-          Jika kepala lebih dari 3/5 diatas simpisis pubis , atau bagian tulang kepala diatas stasion (-2), lakukan seksio sesare.

                   





BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN KETUBAN PECAH DINI
NY.H USIA 25 TAHUN G1P0A0
DI RB BIDAN MUSTIKA

No registrasi                         : 055.01.01.13
Tanggal pengkajian              : 05 maret 2015
Tempat                                 : Rumah bidan Mustika

1.      Pengumpulan Data (subjektif)
Pada tanggal : 05 maret 2015                                                 pukul   : 09.45 WIB
a.       Identitas
Nama                  : Ny H                                       Nama               : Tn A
Umur                  : 25 tahun                                  umur                 : 27 tahun
Agama                : islam                                        Agama             : islam
Suku/bangsa  : jawa/Indonesia                             suku/bangsa     : jawa/indonesia
Pendidikan    :sma                                                pendidikan      : sma
Pekerjaan       : IRT                                              pekerjaan         : IRT
Alamat            : karawaci, Tangerang                  Alamat                        : karawaci, Tangerang



2.     Anamnesa ( Data Subjektif)
Pada tanggal 05 maret 2015                                                    pukul :10.00 wib
Ibu mengatakan ingin memeriksakan kehamilannya, Ibu mengatakan ini adalah kehamilan yang pertama, belum pernah melahirkan dan pernah keguguran, ibu mengatakan  keluar cairan dari jalan lahir berbau amis , punggung terasa pegel pegel, Ibu mengatakan ini perkawinan pertama dengan status sah. Tidak ada kebiasaan seperti  merokok, konsumsi alkohol dan napza. Ibu mengatakan keluarga dan suami sangat mendukung dengan kehamilan ini, imunisasi TT1(sebelum hamil) TT2 (usia kehamilan 14 minggu(, ibu mengatakan hubungan seks dalam kehamilan 1 kali dalam satu minggu. Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga seperti: hipertensi,Diabetes mellitus, keturunan kembar, sickle cell disease, alergi, epilepsi, penyakit jantung, kelainan mental, kelainan kongenital.Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit seperti : hipertensi, diabetes mellitus, sickle cell disease, riwayat alergi, penyakit jantung, obat-obatan, psycosa postpartum, asma, batuk berkepanjangan, penyakit ginjal.
Ibu mengatakan tidak ada riwayat penyakit menular seksual seperti : sexual Transmited Infection (STI), AIDS, pengeluaran vagina abnormal, luka/bengkak pada vagina, rasa nyeri saat berkemih diare yang berkepanjangan. Tidak ada riwayat operasi dan tidak ada riwayat ginekologi seperti : Salpingektomy, infertilitas, kehamilan ektopik, operasi pada vagina, pelvic/uterus. Ibu mengatakan ini kehamilan pertama, belum pernah melahirkan dan belum pernah keguguran. Ibu mengatakan menstruasi pertama kali pada usia 13 tahun, teratur, lamanya 6-7 hari, 3 kali ganti pembalut dan tidak ada dismenorhea. Ibu mengatakan HPHT : 21-07-2014 Tp: 28-04-2015.
Pola makan : ibu mengatakan makanan yang dikonsumsi sehari-hari yaitu nasi,sayur-sayuran, ikan, telur, buah-buahan, frekuensi makan 3 kali sehari dan tidak ada keluhan seperti kelelahan, sakit kepala, letih, lesu, sakit gigi, kehilangan selera makan, mual muntah.


3.     Data Objektif
Tanggal 05 Maret 2015                                                           Pukul : 10.10 WIB
Keadaan umum kurang baik, keadaan emosional stabil, kesadaran composmentis, TD 120/70 mmHg, Nadi 88 x/menit, Rr 20x/menit, Suhu 37° C. Kepala tampak bersih tidak ada alopesia, tidak rontok. Wajah ada odema dan tidak ada cloasma. Mulut tampak bersih tidak pecah-pecah pada bibir, lidah tidak tampak pucat dan tidak ada karies pada gigi. Pada leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. Pada payudara bentuknya simetris kiri dan kanan, besar masing-masing payudara seimbang, terdapat hiperpigmentasi pada aerola, puting susu menonjol dan kondisi kulit lembut tidak ada kemerahan.
Ekstremitas atas tidak ada nyeri genggam, tidak ada oedema dan yidak pucat pada telapak tangan. Ekstremitas bawah tidak ada oedema, tidak ada varises refleks patella (+) pada kaki kiri dan kanan.
Pada abdomen tidak ada bekas luka operasi, bentuknya bulat, terdapat linea nigra, TFU 30 cm, hasil palpasi Leopold I pada fundus ibu teraba bulat, lunak dan tidak melenting (bokong). Leopold II pada bagian kiri perut ibu teraba panjang, memapan, dan keras (punggung), pada bagian kanan perut ibu teraba bagian-bagian terkecil janin (ekstremitas). Leopold III pada bagian bawah perut ibu teraba bulat, keras dan melenting (kepala) masih bisa digoyangkan, belum masuk PAP. DJJ 142x/menit, teratur, punctum maksimum kuadrann kiri bawah perut ibu. Cairan ketuban merembes ,warna jernih ,bau amis khas cairan ketuban, portio tebal , lunak,pembukaan 2,teraba presentasi kepala.









4.      ASESSMENT
Pada tanggal 05 maret 2015                                                               pukul : 10.20 WIB
Diagnosa :
Ny R G1PoAo usia 25 tahun ,hamil 35 minggu , janin tunggal hidup intrauterine, letak memanjang, fleksi, presentasi kepala, punggung kiri inpartu kala 1, fase aktif dengan ketuban pecah dini.

5.      PLANNING OF ACTION
Tanggal 05 Maret 2015                                                           Pukul : 10.20 WIB
1.      Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu agar ibu mengetahui keadaannya saat ini yaitu TD 120/700 mmHg, N 88x/menit, Rr 20x/menit, Suhu 37° C, DJJ 138x/menit, protein urin (-), air ketuban sudah pecah, pembukaan 2 cm,janin berada dalam kondisi baik. Ibu telah mengetahui kondisinya saat ini
2.      Mengimformasikan ibu tentang rasa kenceng kenceng dan pegal yang dirasakan agar ibu mengetahui kondisinya saat ini ibu rasa kenceng kenceng dan pegel adalah hal yang wajar karena proses mendesaknya bagian terbawah janin.ibu sudah mengerti tentang kondisinya
3.      Menginformasikan pada keluarga dan suami akan tindakan yang dilakukan agar suami dan keluarga mengetahui tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan yaitu kolaborasi dengan Dr. SpOG advis, keluarga dan suami telah mengerti dengan tindakan perujukan yang akan dilakukan oleh petugas kesehatan
4.      Memberitahukan keluarga dan suami tentang perujukan agar keluarga dan suami mengetahuinya yaitu keluarga atau suami menandatangi surat persetujuan akan dilakukan tindakan perujukan , suami dan keluarga telah setuju dan menandatangani surat persetujuan
5.      Memberi motivasi kepada ibu agar mengurangi rasa cemas ibu yaitu memberikan kata kata penyemangat ,memuji ibu dan menyakinkan ibu bahwa kondisi ibu dan janin dalam kondisi baik, ibu telah diberikan dukungan moril
6.      Meminta kepada suami dan keluarga untuk tetap menunggu ibunya agar ibu merasa diperhatikan,yaitu keluarga dan suami menemani dan memberi dukungan, ibu dan keluarga menunggu ibu
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menguraikan mengenai proses asuhan pada ibu hamil Ny R atas ketuban pecah dengan tindakan kolaborasi menggunakan pendekatan managemen kebidanan menurut varney yang terdiri dari 7 langkah ,mulai dari pengkajian sampai evaluasi dengan ada tidaknya kesenjangan antara teori dan praktek yang penulis alami di lapangan.
1.      Pengkajian
Dalam langkah ini tahap pengumpulan data dilakukan dengan wawancara,observasi, dan studi dokumentasi,untuk data penunjang dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Pada data subjektif ny R mengetahui ini  kehamilan yang pertama, umur kehamilan 35 minggu ,keluhan pada waktu ibu dirujuk dari bidan karena mengeluarkan air ketuban .
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam sebelum terjadi in partu .sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm diatas 37 minggu,sedangkan dibawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Nugroho,2010).
Pada langkah pertama ini tidak menemukan kesenjangan antara teori dan kasus yang terjadi dilapangan.
2.      Interprestasi data
Data yang telah dikumpulkan diinterprestasikan menurut diagnose kebidanan masalah dan kebutuhan. Menurut Wiknjosatro (2008) masalah yang timbul adalah ibu merasa gelisah ,cemas,karena dari ajlan lahir ibu merembes pengeluaran cairan berwarna jernih dan berbau amis.
Hal hal yang dibutuhkan klien dan belum terindefikasi dalam diagnose masalah yang terdapat dengan melakukan analisa data (Nursalam,2003). Untuk itu beri ibu informasi pada ibu mengenai keadaan ibu dengan ketuban pecah dini.
Pada kasus ini tidak terjadi kesenjangan anatara teori dan praktek karena dalam kasus Ny.H muncul perasaan cemas dan dan takut karena dari jalan lahir terdat cairan merembes yang berwarna jernih dan berbau amis . Dukungan yang dapat diberikan kepada ny.H yaitu dengan memberikan informasi tentang ketuban pecah dini.
3.      Diagnose potensial
Diagnose potensial untuk ketuban pecah dini untuk ibu adalah terjadi infeksi dan partus lama .
4.      Pelaksanaan
Didalam praktek lapangan melaksanakan asuhan kebidanan sesuai apa yang direncanakan kepada klien tanpa ada  tindakan yang menyimpang dari rencana yang telah disusun. Jadi pada kasus ini tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus.
5.      Keberhasilan dari evaluasi ini dapat dilihat dari perkembangan kesehatan ibu yang tertulis dan hasil wawancara pada pasien ,keluarga ,dari hasil asuhan keadaan umum baik, kesadaran composmentis,
Tanda tanda vital: TD :120/70mmhg, N:80 x/m, RR: 20 x/m, S:36,5 C.












BAB V
PENTUP
5.1       KESIMPULAN
               Penyulit dalam persalinan terbagi menjadi beberapa masalah yang sudah di jelaskan didalam materi yaitu meliputi tentang ketuban pecah dini, amnionitis, emboli air ketuban dan persalinan lama dimana membahas tentang fase laten memanjang, fase aktif memanjang dan kala II memanjang,  pengertian Ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPWS)  adalah keluarnya cairan dari jalan lahir / vagina sebelum proses persalinan, dan setelah ditunggu selama satu jam belum juga mulai ada tanda-tanda inpartu. Eraly rupture of membrane adalah ketuban yang pecah pada saat fase laten. Hal ini bisa membahayakan karena dapat terjadi infeksi asenden intrauterine. Amnionitis disebut juga koriaoamnionitis disertai dengan angka morbiditas dan mortalitas janin yang tinggi, keadaan ini merupakan komplikasi yang serius pada kehamilan trimester ketiga, keadaan ini biasanya didahului oleh pecahnya selaput amnion sebelum waktunya atau persalinan lama dan sulit, tetapi juga dapat dapat terjadi karena infeksi asendens walaupun selaput amnion utuh. Emboli air ketuban adalah salah satu kondisi paling katastropik yang dapat terjadi dalam kehamilan. Kondisi ini amat jarang 1: 8000 – 1: 30.000 dan sampai saat ini murtalitas maternal dalam waktu 30 menit mencapai angka 85 %. Pada persalinan lama Fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi (persalinan lama), dan Dilatasi serviks dikanan garis waspada pada patograf.







DAFTAR PUSTAKA        
Varney Helen. 2001, buku saku bidan, Jakarta : EGC
Morgan Gery. 2009, obstetric dan ginekologi, Jakarta : EGC
Saifuddin Abdul. 2010,panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, Jakarta
Nugroho Taufan. 2010,kasus untuk kebidanan dan keperawatan. Yogya : Nuha medika
Supryadi teddy. 1994,kedaruratan obstetric dan ginekologi. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar